Laman

Kamis, 29 Mei 2014

Hukum Menerima Hadiah Yang Ada Kaitannya Dengan kedudukan Di Tempat Kerja



S. Pak ustadz, Ini sebenarnya kasus rekan kerja saya, dia menyuruh saya menanyakan masalah ini pada Ustadz Faisol.

Rekan kerja saya tersebut belum lama ini dipercaya oleh perusahaan untuk menangani bagian pembelian barang. Dia kerap menerima hadiah uang untuk pribadinya dari beberapa supplier. Tanpa sepengetahuan perusahaan, teman saya tersebut menikmati hadiah yang telah diterimanya. Namun suatu saat ada salah satu dari keluarga teman saya (yang bukan ahli agama) yang mengingatkan bahwa hadiah yang diterimanya tersebut hukumnya haram. 

Pertanyaan saya, benarkah hadiah yang diterima teman saya tersebut hukumnya haram? Terima kasih.

U. Memang uang yang teman anda terima tadi apabila dilihat dari sisi teknis pemberiannya bisa disebut dengan uang hadiah. Namun dikarenakan uang tersebut masih berhubungan dengan tugas teman anda sebagai orang yang memperoleh kepercayaan untuk pembelian barang di perusahaan itu, maka hukum uang atau hadiah tersebut masuk dalam kategori risywah atau suap yang hukumnya haram. Sebab pihak supplier tersebut tidaklah akan memberikan hadiah tadi apabila teman anda tidak membeli barang dari supplier itu.

-Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.[Al-Baqarah : 188]
 
-Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu , ia berkata : “Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam melaknat yang memberi suap dan yang menerima suap”.[HR At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Hakim, dan Ahmad]

-Hadis riwayat Abu Humaid As-Saidi radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menugaskan seorang lelaki dari suku Asad yang bernama Ibnu Lutbiah Amru serta Ibnu Abu Umar untuk memungut zakat. Ketika telah tiba kembali, ia berkata: Inilah pungutan zakat itu aku serahkan kepadamu, sedangkan ini untukku yang dihadiahkan kepadaku. 

Lalu berdirilah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam di atas mimbar kemudian memanjatkan pujian kepada Allah, selanjutnya beliau bersabda: Apakah yang terjadi dengan seorang petugas yang aku utus kemudian dia kembali dengan mengatakan: Ini aku serahkan kepadamu dan ini dihadiahkan kepadaku! Mengapa dia tidak duduk saja di rumah bapak atau ibunya sehingga dia bisa melihat apakah dia akan diberikan hadiah atau tidak. 

Demi Tuhan Yang jiwa Muhammad berada dalam tangan-Nya! Tidak seorang pun dari kamu yang mengambil sebagian dari hadiah itu, kecuali pada hari kiamat dia akan datang membawanya dengan seekor unta yang melenguh di lehernya yang akan mengangkutnya atau seekor sapi yang juga melenguh atau seekor kambing yang mengembek. Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya sehingga kami dapat melihat warna putih ketiaknya. Kemudian beliau bersabda: Ya Allah, bukankah telah aku sampaikan. Beliau mengulangi dua kali. [Shahih Muslim No. 3413].

Masalah tersebut berlainan hukumnya, apabila teman anda membeli barang untuk kepentingan pribadi, lalu teman anda mendapatkan hadiah dari penjual maka hadiah tadi hukumnya halal. Sedangkan dalam masalah teman anda diatas, kedudukan teman anda adalah karyawan perusahaan bagian pembelian barang sehingga hadiah yang teman anda terima pada dasarnya adalah kepunyaan perusahaan. Namun jika hadiah yang teman anda terima tadi telah memperoleh persetujuan dari pihak perusahaan serta barang yang dibeli sudah cocok dengan standar yang ditentukan oleh perusahaan maka menerima hadiah tersebut hukumnya halal. 

Wallahu A’lam.