Laman

Kamis, 12 April 2012

CIRI-CIRI FAHAM RADIKAL dalam Islam (4 intaha)

16.Tidak Mempunyai Metode Ajaran yang Jelas. Akibat tidak menggunakan metodologi ulama ushul (ulama yang ahli mengenai pembahasan dasar-dasar ajaran agama) di dalam membahas dalil-dalil tentang bid’ah, maka golongan ini terjebak di dalam pembahasan dan fatwa yang tidak seragam. Apalagi mereka hanya merujuk pendapat ulama salaf tanpa melalui mata-rantai penjelasannya dari para ulama setelah mereka, maka keseragaman paham itu menjadi hal yang kemungkinannya sangat kecil. Oleh karena itu, antara mereka saja banyak terjadi perbedaan pendapat. Hal ini terjadi karena masing-masing mereka selalu berupaya merujuk langsung suatu permasalahan kepada al-Qur’an, hadis, dan pendapat ulama salaf. Tentunya, kapasitas keilmuan dan kemampuan yang berbeda dalam memahami dalil, akan memunculkan perbedaan pandangan dalam menyimpulkan dalil tersebut. Asal tahu saja, proses seperti inilah yang banyak memunculkan aliran-aliran sesat dan nabi-nabi palsu di Indonesia, di mana setiap pelopornya merasa berhak mengkaji dalil secara langsung dan memahaminya menurut kemampuannya sendiri.

17.Sangat berbeda dengan ajaran jumhur ulama yang mentradisikan proses ijazah (pernyataan pemberian ilmu atau wewenang dari seorang guru kepada murid), serta pembacaan dan pengajaran kitab-kitab para ulama secara berantai dan turun-temurun dari generasi ke generasi, sehingga apa yang dipahami oleh seorang guru yang hidup di masa lampau akan sama persis dengan yang dipahami oleh seorang murid yang hidup belakangan, berapapun jarak antara masa hidup keduanya. Maka kita dapat melihat perbedaan yang nyata antara pengikut golongan ini dengan para pengikut ulama mayoritas dalam ungkapan-ungkapan penyampaian mereka.

18.Bila ditanyakan, bukankah lebih tinggi al-Qur’an dan hadis daripada pendapat para ulama? Benar, tetapi masalahnya bukan pada al-Qur’an atau hadisnya, melainkan pada pemahamannya. Dengan begitu seharusnya mereka juga bertanya, mana yang lebih bagus dan lebih selamat, menyampaikan ayat al-Qur’an dan hadis dengan pemahaman sendiri, atau menyampaikan pemahaman para ulama tentang ayat al-Qur’an atau hadis? Terbukti, ternyata kaum Salafi & Wahabi banyak keliru menempatkan dalil karena mereka memahami dalil tersebut secara harfiyah (tekstual).

19.Saya menilai, bahwa fatwa-fatwa golongan ini, sangat berbahaya bagi persatuan dan kebersamaan umat Islam dalam kehidupan bermasyarakat. Bukan Cuma itu, bahkan paham ini saya anggap sebagai paham yang mengandung penyimpangan di dalam aqidah Ahlussunnah Wal-Jama’ah yang diyakini oleh mayoritas ulama dari masa ke masa.

20.Bila paham golongan ini dipegang seseorang secara pasif (untuk pribadi) dan bijaksana (dalam menyikapi perbedaan), maka bahaya tadi dapat dihindari dengan sendirinya. Tetapi bila paham ini diyakini sebagai “yang benar” dan yang tidak sejalan dengannya adalah “sesat”, maka paham ini berarti mengandung ekslusivisme (merasa istimewa sendiri) yang akan memunculkan sifat sombong pada diri pengikutnya. Dan bila paham ini dipegang secara aktif (dipromosikan dan didakwahkan), maka akan terbuka peluang-peluang terjadinya bahaya seperti disebutkan di atas.
TAMAT.


Abi Fajry Faisol TN.

Wa ma uridu illal ishlah ( Dan tidaklah saya menghendaki kecuali perbaikan)

Wallahu A’lam.

1 komentar: