16.Tidak Mempunyai Metode Ajaran yang Jelas. Akibat tidak menggunakan
metodologi ulama ushul (ulama yang ahli mengenai pembahasan dasar-dasar
ajaran agama) di dalam membahas dalil-dalil tentang bid’ah, maka
golongan ini terjebak di dalam pembahasan dan fatwa yang tidak seragam.
Apalagi mereka hanya merujuk pendapat ulama salaf tanpa melalui
mata-rantai penjelasannya dari para ulama setelah mereka, maka
keseragaman paham itu menjadi hal yang kemungkinannya sangat kecil. Oleh
karena itu, antara mereka saja banyak terjadi perbedaan pendapat. Hal
ini terjadi karena masing-masing mereka selalu berupaya merujuk langsung
suatu permasalahan kepada al-Qur’an, hadis, dan pendapat ulama salaf.
Tentunya, kapasitas keilmuan dan kemampuan yang berbeda dalam memahami
dalil, akan memunculkan perbedaan pandangan dalam menyimpulkan dalil
tersebut. Asal tahu saja, proses seperti inilah yang banyak memunculkan
aliran-aliran sesat dan nabi-nabi palsu di Indonesia, di mana setiap
pelopornya merasa berhak mengkaji dalil secara langsung dan memahaminya
menurut kemampuannya sendiri.
17.Sangat berbeda dengan ajaran jumhur ulama yang mentradisikan proses
ijazah (pernyataan pemberian ilmu atau wewenang dari seorang guru kepada
murid), serta pembacaan dan pengajaran kitab-kitab para ulama secara
berantai dan turun-temurun dari generasi ke generasi, sehingga apa yang
dipahami oleh seorang guru yang hidup di masa lampau akan sama persis
dengan yang dipahami oleh seorang murid yang hidup belakangan, berapapun
jarak antara masa hidup keduanya. Maka kita dapat melihat perbedaan
yang nyata antara pengikut golongan ini dengan para pengikut ulama
mayoritas dalam ungkapan-ungkapan penyampaian mereka.
18.Bila ditanyakan, bukankah lebih tinggi al-Qur’an dan hadis daripada
pendapat para ulama? Benar, tetapi masalahnya bukan pada al-Qur’an atau
hadisnya, melainkan pada pemahamannya. Dengan begitu seharusnya mereka
juga bertanya, mana yang lebih bagus dan lebih selamat, menyampaikan
ayat al-Qur’an dan hadis dengan pemahaman sendiri, atau menyampaikan
pemahaman para ulama tentang ayat al-Qur’an atau hadis? Terbukti,
ternyata kaum Salafi & Wahabi banyak keliru menempatkan dalil karena
mereka memahami dalil tersebut secara harfiyah (tekstual).
19.Saya menilai, bahwa fatwa-fatwa golongan ini, sangat berbahaya bagi
persatuan dan kebersamaan umat Islam dalam kehidupan bermasyarakat.
Bukan Cuma itu, bahkan paham ini saya anggap sebagai paham yang
mengandung penyimpangan di dalam aqidah Ahlussunnah Wal-Jama’ah yang
diyakini oleh mayoritas ulama dari masa ke masa.
20.Bila paham golongan ini dipegang seseorang secara pasif (untuk
pribadi) dan bijaksana (dalam menyikapi perbedaan), maka bahaya tadi
dapat dihindari dengan sendirinya. Tetapi bila paham ini diyakini
sebagai “yang benar” dan yang tidak sejalan dengannya adalah “sesat”,
maka paham ini berarti mengandung ekslusivisme (merasa istimewa sendiri)
yang akan memunculkan sifat sombong pada diri pengikutnya. Dan bila
paham ini dipegang secara aktif (dipromosikan dan didakwahkan), maka
akan terbuka peluang-peluang terjadinya bahaya seperti disebutkan di
atas.
TAMAT.
Abi Fajry Faisol TN.
Wa ma uridu illal ishlah ( Dan tidaklah saya menghendaki kecuali perbaikan)
Wallahu A’lam.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus