Laman

Selasa, 26 November 2013

Pembagian Bid’ah


S. Mohon dijelaskan tentang bid’ah dan pembagiannya. Terima kasih sebelumnya.

U. Bid’ah menurut lughot (bahasa) adalah:

“Perkara yang diadakan dengan tanpa ada contoh sebelumnya”. 
Lalu dalam pengertian syara’, bid’ah adalah:

“Perkara baru yang Al-Qur’an dan Hadits tidak menyebutkannya secara tertulis”.
 Secara garis besar bid’ah bisa dibagi menjadi dua, yaitu:

1.Bid’ah hasanah
Yaitu bid’ah yang bersifat baik yang diperbolehkan dalam agama karena tidak bertentangan dengan jiwa ajaran Islam. Sebagaimana perkataan Umar bin Khattab menyangkut jama’ah shalat tarawih yang beliau kerjakan:

“Sebaik-baik bid’ah adalah ini (yaitu shalat tarawih dengan berjama’ah 20 raka’at)”.

Contoh-contoh bid’ah hasanah
-Khutbah dengan menggunakan bahasa Indonesia
-Memperluas tempat jamarat
-Menambah tempat sa’i
-Mengkhatamkan bacaan Al-Qur’an dalam shalat tarawih selama sebulan dengan membaca I juz setiap malamnya
-Membuka suatu acara dengan membaca basmalah di bawah komando MC
-Menambah bacaan subhanahu wa ta’ala ketika terdapat kalimat kalimat Allah, dan Shallallahu alaihi wasallam setiap ada kata Muhammad.
-Peringatan hari-hari besar Islam seperti Maulid Nabi Saw, Isra’ Mi’raj dan lain-lain Serta amalan-amalan lainnya yang belum pernah dilakukan pada zaman Rasulullah Saw, tetapi tidaklah bertentangan dengan jiwa dan karakter ajaran Islam.

Adapun Dalil diperbolehkannya bid’ah hasanah adalah:
“Barang siapa merintis (memulai) dalam agama Islam sunnah (perbuatan) yang baik maka baginya pahala dari perbuatannya tersebut, dan pahala dari orang yang mengerjakannya (mengikutinya) sesudahnya, tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala mereka. Dan barang siapa merintis dalam Islam sunnah yang buruk maka baginya dosa dari perbuatannya tersebut, dan dosa dari orang yang mengerjakannya (mengikutinya) sesudahnya tanpa dikurangi dari dosa-dosa mereka sedikitpun”. (HR. Muslim)

2. Bid’ah dholalah
yaitu bid’ah yang bersifat buruk dan bisa merusak ajaran serta norma agama Islam. Dan inilah yang dimaksud oleh sabda Rasulullah Muhammad Saw:

“Dari A’isyah RA, ia berkata, Sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda:
Barang siapa yang mengerjakan sesuatu yang tidak ada perintah kami terhadapnya, maka amalan tersebut tertolak. (Shohih Muslim hal 243)

Kesimpulan:
Dengan adanya pembagian diatas, maka bisa disimpulkan bahwa tidaklah semua bid’ah itu dilarang oleh Islam. Karena yang tidak diperbolehkan adalah amaliyah yang dikhawatirkan akan merusak sendi-sendi ajaran Islam. Adapun amalan yang justru akan meningkatkan syi’ar Islam maka tidaklah dilarang.


Alasan tahun Islam dimulai dari hijrahnya Nabi


S. Mengapa tahun Islam untuk pertama kalinya dimulai dari hijrahnya nabi Muhammad Saw Dari Makkah ke Madinah?

U. Begini kronologis singkatnya:
Pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab yang saat itu terdapat sebuah persoalan. Negara Islam yang semakin luas daerah kekuasaannya memunculkan berbagai permasalahan administrasi. Surat menyurat antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat masih mengalami kerancuan dikarenakan tidak adanya acuan penanggalan tersendiri. Tiap-tiap daerah menandai masalah mu’amalah mereka dengan penanggalan lokal yang kerap berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lainnya.

Berkaitan dengan hal itulah, Khalifah Umar bin Khattab mengumpulkan para sahabat serta dewan penasehat guna menetapkan sebuah sistem kalender yang akan digunakan secara menyeluruh di seluruh daerah kekuasaan Islam.

Persoalan selanjutnya adalah menetapkan awal penghitungan penanggalan Islam ini. Ada yang mengusulkan dumulai dari tahun kelahiran Nabi Muhammad Saw, ada yang mengusulkan dimulai saat wafatnya Nabi Saw, ada yang mengusulkan dimulai dari Nabi diangkat menjadi Rasul. Namun Ali bin Abi Thalib mempunyai usulan hendaklah tahun Islam dimulai sejak hijrahnya Nabi Saw dari Makkah ke Madinah.

Akhirnya kesepakatan musyawarah saat itu menjatuhkan pilihan bahwa awal tahun Islam dimulai dari peristiwa hijrahnya Nabi Saw dan para sahabat dari Makkah ke Madinah. Sebab itulah, penanggalan Islam ini biasa disebut dengan kalender hijriyah. 

Mengapa tidak dimulai dari hari kelahiran Nabi Saw? Ia, sebab manusia yang baru lahir belum memiliki prestasi apa-apa.

Mengapa tidak dimulai dari hari wafatnya Nabi Saw? Ia, karena manusia yang telah meninggal tidak bisa berprestasi apa-apa.

Sehingga pemilihan peristiwa Hijrah ini sebagai tonggak awal penanggalan Islam mempunyai makna yang sangat mendalam ya’ni dalam peristiwa hijrah tersebut Nabi dan para sahabat telah banyak mengukir prestasi perjuangan dan pengorbanan yang luar biasa. Sehingga dengan spirit nilai hijrah tadi maka umat Islam dituntut untuk mewarisi semangat perjuangan dan pengorbanan Nabi dan para sahabat demi kejayaan Islam dan umat Islam (izzul Islam wal Muslimin).

Bolehkah masuk masjid bagi selain orang Islam ?


S. Bagaimanakah hukum orang yang bukan Islam memasuki masjid? Boleh atau tidak?

U. Bagi non muslim boleh saja masuk masjid dengan syarat ada kebutuhan yang jelas dan tidak mengerjakan sesuatu yang dilarang sebagaimana yang pernah dilakukan oleh presiden Amerika Barack Obama saat mengunjungi Masjid Istiqlal Jakarta.

Jika kita jeli membaca sejarah maka akan kita ketahui bahwa Masjid Nabawi pernah menjadi tempat penyelenggaraan perjanjian Hudaibiyah antara Umat Islam dengan kaum musyrikin makkah. 

Namun dalam masalah ini terjadi ikhtilaf (perbedaan pendapat) diantara para Ulama’ yaitu:
1. Imam Hanafi memperbolehkan non muslim masuk masjid dimana saja secara mutlak tanpa terkecuali
2. Madzhab Maliki tidak memperbolehkan non muslim memasuki masjid dimana saja secara mutlak, terkecuali jika ada kepentingan seperti persidangan.
3. Madzhab Syafi’i membolehkan bagi non muslim memasuki Masjid selain Masjidil Haram Makkah, dengan syarat ada keperluan.

Wallahu A’lam.

Apakah termasuk talak ??




S. Pak ustadz yang saya hormati, saya dan suami saya sering bertengkar. Suatu saat kami sedang bertengkar, suami saya mengucapkan: “Jika kita terus-terusan bertengkar seperti ini, sebaiknya kita bercerai saja”.
Pertanyaan saya: Apakah kata-kata yang telah diucapkan suami saya tersebut bisa dikatakan talak? Mohon pencerahannya. Terima kasih.

U. Talak yaitu mengakhiri hubungan pernikahan dengan kata-kata cerai, atau kata-kata yang semakna dengan cerai. Perkataan suami anda “Jika kita terus-terusan bertengkar seperti ini, sebaiknya kita bercerai saja”, bisa berakibat talak dan juga bisa tidak. Para ulama’ menilai bahwa talak yang seperti perkataan suami anda harus disertai dengan niat. Jika waktu mengucapkan kalimat tersebut suami anda meniatkan talak maka suami anda telah menjatuhkan talak ta’liq (bersyarat). 

Pengertian talak ta’liq (bersyarat) dalam kasus ini adalah, Suami anda menggantungkan talak pada suatu keadaan yaitu anda dan suami anda masih selalu bertengkar. Sehingga talak baru jatuh jika sesudah itu anda dan suami anda keadaannya masih terus bertengkar.

Seumpama talak jatuh juga, maka masih tetap ada pintu rujuk. Hak rujuk ini hanya sampai 3 kali. Maksudnya seorang suami yang telah mentalak isterinya dengan talak kesatu kemudian rujuk, lalu mentalak lagi dengan talak kedua lalu rujuk lagi, hingga talak ketiga itu masih diperbolehkan merujuk tanpa akad nikah yang baru kecuali sudah habis masa iddah bagi istri. Tetapi sesudah talak yang ketiga maka suami cuma bisa rujuk sesudah bekas isterinya menikah lagi dengan laki-laki lain dan telah dikumpuli serta telah diceraikan oleh suami yang kedua tersebut dan inilah yang dinamakan talak ba’in kubro.

Adapun cara merujuk bisa berbeda-beda. Bisa berupa kata-kata missal: "kamu saya rujuk atau saya masih menyukai kamu lagi", atau perbuatan yang mengindikasikan kemauan suami melanjutkan kembali ikatan perkawinan seperti mencumbui istrinya lagi atau bahkan berhubungan badan, walau tanpa perkataan.


Senin, 18 November 2013

Siapakah Yang Dibebani Untuk Berkurban?



S. Pak Ustadz, saya mau menanyakan masalah wajib kurban, sebab ada beberapa informasi berbeda-beda yang saya terima, malah saya jadi bingung.

Beberapa pertanyaan saya adalah:

Siapakah yang dibebani kewajiban untuk berkurban di dalam suatu rumah tangga?
a. Apakah cuma kepala rumah tangga saja ya’ni suami
b. Ataukah harus sebanyak jumlah anggota dalam keluarga tersebut ya’ni suami, istri serta semua anak.
c. Jika jawabannya poin a mohon diberikan penjelasannya, begitu pula jika jawabannya adalah poin b.
d. Berkaitan dengan poin b, apakah dalam melakukan kurban dibolehkan untuk digilir tiap tahun mulai dari urutan suami, istri hingga anak?


U. Berkurban itu hukumnya sunat mu’akkad. Tidak sampai wajib kecuali kurban yang telah dinadzarkan (mandzuroh). Kurban disunatkan untuk siapapun saja dari orang Islam yang wus’ah (mampu) dan tidak sedang dalam keadaan melaksanakan ibadah haji.

Dalam pelaksanaannya, sebagian besar yang mengerjakan kurban adalah kepala rumah tangga (suami). Hal itu itu disebabkan karena, kebanyakan para suami adalah yang memiliki pemasukan keuangan.

Jadi, walaupun toh kepala rumah tangga telah berkurban untuk dirinya, maka ia tetap dianjurkan untuk berniat kurban mewakili seluruh anggota keluarga yang ditanggungnya.
Dalam riwawat Imam Tirmidzi dari Atho’ bin Yasaar berkata, aku menanyakan kepada Abu Ayyub Al Anshori bagaimana cara praktek kurban pada masa Nabi Muhammad Saw. Beliau menjawab: Pada masa itu lelaki (kepala rumah tangga) melakukan kurban dengan seekor kambing buat dirinya dan bagi keluarganya, lalu mereka memakan dan mensedekahkannya.
Namun hal itu tidaklah menutup kemungkinan apabila misalkan si istri, mempunyai uang sendiri untuk membeli seekor kambing, maka itu lebih baik. Demikian pula, misalkan ada salah satu dari anaknya yang sudah bekerja membeli kambing sendiri, maka itu jauh lebih baik.

Jika umpama, jumlah anggota keluarganya ada 7 orang, sementara masih baru mampu membeli 3 ekor kambing, maka kurbannya boleh untuk 3 orang dahulu. Dan yang belum kebagian kurban ditahun ini maka kurbannya pada tahun-tahun sesudahnya secara bergiliran.

Atau misalkan saja keluarganya 7 orang, dan keadaannya kaya raya, maka tiap tahun sangat disunnahkan berkurban 7 ekor kambing atau seekor sapi.

Referensi:
-Kifayatul Akhyar Juz 2 Hal.236