Dalam permasalahan syafa’at, golongan Wahabi telah keliru memahaminya
dengan menyamakan permohonan syafa’at kepada Nabi dan orang-orang sholih
dengan syirik. Untuk menguatkan pandangan yang keliru ini mereka
mengemukakan sejumlah argumentasi yang kesimpulannya adalah bahwa
meminta syafa’at kepada selain Allah adalah syirik. Sangat jelaslah
kalau disini kaum wahabi adalah kaum yang ahli mensyirikkan kelompok
lain.
Pemahaman dan akidah Wahabi sama sekali tidak didasari oleh pemikiran
yang shohih. Pemahaman yang menyimpang tersebut bisa dibantah dengan
ayat-ayat Qur’an dan hadits-hadits shohih. Mereka tidak memahami dengan
benar arti penyembahan. Oleh karena itu, mereka berpemahaman bahwa
meminta syafa’at dari para nabi hukumnya sama dengan menyembah mereka.
Dan tak ubahnya seperti orang Kristen yang masuk surge karena tebusan
dosa yesus. Padahal dalam hal “menyembah” itu ada satu unsur kepatuhan
mutlak yang hanya umat Islam lakukan kepada Allah Swt.
Semenjak zaman Nabi sampai sekarang, umat Islam cuma meyakini Allahlah
sebagai Tuhan yang secara mutlak memilik syafa’at, bukan para Nabi. Para
Nabi hanya mampu memberi syafa’at dengan izin Allah. Sebab diterangkan
dalam Qur’an bahwa Allah Swt menganugerahkan hak kepada Nabinya untuk
memberi syafaat terhadap umat manusia. Karena adanya izin dari Allah
inilah maka umat Islam meminta Nabi Muhammad Saw untuk memberi syafa’at.
Ulama Ahlus sunnah semisal Imam Bukhari dan Imam Tirmidzi dalam kitab
haditsnya mereka tidak pernah mensejajarkan syafa’at dengan prilaku
syirik.
Dalam kitab Hadits Sunan Tirmidzi diterangkan satu riwayat dari sahabat Anas bin Malik yang mengatakan:
"Aku memohon Nabi untuk memberiku syafa’at di hari kiamat. Beliaupun
menerima dan bersabda: “Aku akan melaksanakannya. Aku lalu bertanya
lagi: Dimanakah aku menjumpaimu ya Rasulullah? Beliau menjawab, ‘Di
sirath (jembatan)." (Juz:IV hal: 621 Nomor hadits 2433).
Riwayat diatas menjelaskan bahwa sahabat Anas dengan haqqul yaqin
meminta syafa’at kepada Nabi Saw dan beliaupun menerima permohonannya.
Dalam hati Nabi Saw dan Anas tidak terbersit sedikitpun fikiran bahwa
perbuatan tersebut tergolong syirik.
PERTANYAANNYA: Lalu kenapa kaum wahabi berani mensyirikkannya?