Laman
Selasa, 26 November 2013
Alasan tahun Islam dimulai dari hijrahnya Nabi
S. Mengapa tahun Islam untuk pertama kalinya dimulai dari hijrahnya nabi Muhammad Saw Dari Makkah ke Madinah?
Pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab yang saat itu terdapat sebuah persoalan. Negara Islam yang semakin luas daerah kekuasaannya memunculkan berbagai permasalahan administrasi. Surat menyurat antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat masih mengalami kerancuan dikarenakan tidak adanya acuan penanggalan tersendiri. Tiap-tiap daerah menandai masalah mu’amalah mereka dengan penanggalan lokal yang kerap berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lainnya.
Berkaitan dengan hal itulah, Khalifah Umar bin Khattab mengumpulkan para sahabat serta dewan penasehat guna menetapkan sebuah sistem kalender yang akan digunakan secara menyeluruh di seluruh daerah kekuasaan Islam.
Persoalan selanjutnya adalah menetapkan
awal penghitungan penanggalan Islam ini. Ada yang mengusulkan dumulai dari
tahun kelahiran Nabi Muhammad Saw, ada yang mengusulkan dimulai saat wafatnya
Nabi Saw, ada yang mengusulkan dimulai dari Nabi diangkat menjadi Rasul. Namun
Ali bin Abi Thalib mempunyai usulan hendaklah tahun Islam dimulai sejak
hijrahnya Nabi Saw dari Makkah ke Madinah.
Akhirnya kesepakatan musyawarah saat
itu menjatuhkan pilihan bahwa awal tahun Islam dimulai dari peristiwa hijrahnya
Nabi Saw dan para sahabat dari Makkah ke Madinah. Sebab itulah, penanggalan Islam
ini biasa disebut dengan kalender hijriyah.
Mengapa tidak dimulai dari hari
kelahiran Nabi Saw? Ia, sebab manusia yang baru lahir belum memiliki prestasi
apa-apa.
Mengapa tidak dimulai dari hari
wafatnya Nabi Saw? Ia, karena manusia yang telah meninggal tidak bisa
berprestasi apa-apa.
Sehingga pemilihan peristiwa Hijrah
ini sebagai tonggak awal penanggalan Islam mempunyai makna yang sangat mendalam
ya’ni dalam peristiwa hijrah tersebut Nabi dan para sahabat telah banyak
mengukir prestasi perjuangan dan pengorbanan yang luar biasa. Sehingga dengan
spirit nilai hijrah tadi maka umat Islam dituntut untuk mewarisi semangat
perjuangan dan pengorbanan Nabi dan para sahabat demi kejayaan Islam dan umat
Islam (izzul Islam wal Muslimin).
Bolehkah masuk masjid bagi selain orang Islam ?
S. Bagaimanakah hukum orang yang bukan Islam memasuki masjid? Boleh atau tidak?
U. Bagi non muslim boleh saja masuk masjid dengan syarat ada
kebutuhan yang jelas dan tidak mengerjakan sesuatu yang dilarang sebagaimana
yang pernah dilakukan oleh presiden Amerika Barack Obama saat mengunjungi
Masjid Istiqlal Jakarta.
Jika kita jeli membaca sejarah maka akan kita ketahui bahwa
Masjid Nabawi pernah menjadi tempat penyelenggaraan perjanjian Hudaibiyah
antara Umat Islam dengan kaum musyrikin makkah.
Namun dalam masalah ini terjadi ikhtilaf (perbedaan
pendapat) diantara para Ulama’ yaitu:
1. Imam Hanafi memperbolehkan non muslim masuk masjid dimana
saja secara mutlak tanpa terkecuali
2. Madzhab Maliki tidak memperbolehkan non muslim memasuki
masjid dimana saja secara mutlak, terkecuali jika ada kepentingan seperti
persidangan.
3. Madzhab Syafi’i membolehkan bagi non muslim memasuki
Masjid selain Masjidil Haram Makkah, dengan syarat ada keperluan.
Wallahu A’lam.
Apakah termasuk talak ??
S. Pak ustadz yang saya hormati, saya dan suami saya sering
bertengkar. Suatu saat kami sedang bertengkar, suami saya mengucapkan: “Jika
kita terus-terusan bertengkar seperti ini, sebaiknya kita bercerai saja”.
Pertanyaan saya: Apakah kata-kata yang telah diucapkan suami
saya tersebut bisa dikatakan talak? Mohon pencerahannya. Terima kasih.
U. Talak yaitu mengakhiri hubungan pernikahan dengan kata-kata
cerai, atau kata-kata yang semakna dengan cerai. Perkataan suami anda “Jika kita
terus-terusan bertengkar seperti ini, sebaiknya kita bercerai saja”, bisa
berakibat talak dan juga bisa tidak. Para ulama’ menilai bahwa talak yang
seperti perkataan suami anda harus disertai dengan niat. Jika waktu mengucapkan
kalimat tersebut suami anda meniatkan talak maka suami anda telah menjatuhkan
talak ta’liq (bersyarat).
Pengertian talak ta’liq (bersyarat) dalam kasus ini adalah,
Suami anda menggantungkan talak pada suatu keadaan yaitu anda dan suami anda
masih selalu bertengkar. Sehingga talak baru jatuh jika sesudah itu anda dan
suami anda keadaannya masih terus bertengkar.
Seumpama talak jatuh juga, maka masih tetap ada pintu rujuk.
Hak rujuk ini hanya sampai 3 kali. Maksudnya seorang suami yang telah mentalak
isterinya dengan talak kesatu kemudian rujuk, lalu mentalak lagi dengan talak
kedua lalu rujuk lagi, hingga talak ketiga itu masih diperbolehkan merujuk
tanpa akad nikah yang baru kecuali sudah habis masa iddah bagi istri. Tetapi
sesudah talak yang ketiga maka suami cuma bisa rujuk sesudah bekas isterinya
menikah lagi dengan laki-laki lain dan telah dikumpuli serta telah diceraikan
oleh suami yang kedua tersebut dan inilah yang dinamakan talak ba’in kubro.
Adapun cara merujuk bisa berbeda-beda. Bisa berupa kata-kata missal: "kamu saya rujuk atau saya masih menyukai kamu lagi", atau perbuatan yang mengindikasikan kemauan suami melanjutkan kembali ikatan perkawinan seperti mencumbui istrinya lagi atau bahkan berhubungan badan, walau tanpa perkataan.
Adapun cara merujuk bisa berbeda-beda. Bisa berupa kata-kata missal: "kamu saya rujuk atau saya masih menyukai kamu lagi", atau perbuatan yang mengindikasikan kemauan suami melanjutkan kembali ikatan perkawinan seperti mencumbui istrinya lagi atau bahkan berhubungan badan, walau tanpa perkataan.
Senin, 18 November 2013
Siapakah Yang Dibebani Untuk Berkurban?
S. Pak Ustadz, saya mau menanyakan masalah wajib kurban, sebab
ada beberapa informasi berbeda-beda yang saya terima, malah saya jadi bingung.
Beberapa pertanyaan saya adalah:
Beberapa pertanyaan saya adalah:
Siapakah yang dibebani kewajiban untuk berkurban di dalam suatu rumah tangga?
a. Apakah cuma kepala rumah tangga saja ya’ni suami
b. Ataukah harus sebanyak jumlah anggota
dalam keluarga tersebut ya’ni suami, istri serta semua anak.
c. Jika jawabannya poin a mohon diberikan penjelasannya, begitu pula jika jawabannya adalah poin b.
d. Berkaitan dengan poin b, apakah dalam melakukan kurban dibolehkan untuk digilir tiap tahun mulai dari urutan suami, istri hingga anak?
U. Berkurban itu hukumnya sunat mu’akkad. Tidak sampai wajib kecuali kurban yang telah dinadzarkan (mandzuroh). Kurban disunatkan untuk siapapun saja dari orang Islam yang wus’ah (mampu) dan tidak sedang dalam keadaan melaksanakan ibadah haji.
Dalam pelaksanaannya, sebagian besar yang mengerjakan kurban adalah kepala rumah tangga (suami). Hal itu itu disebabkan karena, kebanyakan para suami adalah yang memiliki pemasukan keuangan.
c. Jika jawabannya poin a mohon diberikan penjelasannya, begitu pula jika jawabannya adalah poin b.
d. Berkaitan dengan poin b, apakah dalam melakukan kurban dibolehkan untuk digilir tiap tahun mulai dari urutan suami, istri hingga anak?
U. Berkurban itu hukumnya sunat mu’akkad. Tidak sampai wajib kecuali kurban yang telah dinadzarkan (mandzuroh). Kurban disunatkan untuk siapapun saja dari orang Islam yang wus’ah (mampu) dan tidak sedang dalam keadaan melaksanakan ibadah haji.
Dalam pelaksanaannya, sebagian besar yang mengerjakan kurban adalah kepala rumah tangga (suami). Hal itu itu disebabkan karena, kebanyakan para suami adalah yang memiliki pemasukan keuangan.
Jadi, walaupun toh kepala rumah tangga telah berkurban untuk dirinya, maka ia tetap dianjurkan untuk berniat kurban mewakili seluruh anggota keluarga yang ditanggungnya.
Dalam riwawat Imam Tirmidzi dari
Atho’ bin Yasaar berkata, aku menanyakan kepada Abu Ayyub Al Anshori bagaimana cara
praktek kurban pada masa Nabi Muhammad Saw. Beliau menjawab: Pada masa itu
lelaki (kepala rumah tangga) melakukan kurban dengan seekor kambing buat
dirinya dan bagi keluarganya, lalu mereka memakan dan mensedekahkannya.
Namun hal itu tidaklah menutup
kemungkinan apabila misalkan si istri, mempunyai uang sendiri untuk membeli seekor
kambing, maka itu lebih baik. Demikian pula, misalkan ada salah satu dari anaknya
yang sudah bekerja membeli kambing sendiri, maka itu jauh lebih baik.
Jika umpama, jumlah anggota
keluarganya ada 7 orang, sementara masih baru mampu membeli 3 ekor kambing, maka
kurbannya boleh untuk 3 orang dahulu. Dan yang belum kebagian kurban ditahun
ini maka kurbannya pada tahun-tahun sesudahnya secara bergiliran.
Atau misalkan saja keluarganya 7 orang, dan keadaannya kaya raya, maka tiap tahun sangat disunnahkan berkurban 7 ekor kambing atau seekor sapi.
Atau misalkan saja keluarganya 7 orang, dan keadaannya kaya raya, maka tiap tahun sangat disunnahkan berkurban 7 ekor kambing atau seekor sapi.
Referensi:
-Kifayatul Akhyar Juz 2 Hal.236
Langganan:
Postingan (Atom)