Ada dua tinjauan:
1. Dari tinjauan sejarah
Perintah sholat pertama kalinya turun di Makkah dalam peristiwa isro'
Mi'roj. Saat itu Umat Islam Masih sedikit dan selalu diintimidasi kaum
kafir Quraisy. Sehingga saat siang hari disaat pada umumnya orang kafir
berada diluar rumah maka karena khawatir ketahuan dan dianiaya sehingga
Umat Islam saat itu melakukan sholat dengan suara pelan (pada rokaat
satu dan dua) agar tidak terdengan kaum kafir. Sehingga sholat dhuhur
dan ashar dilakukan secara suara sirr (pelan).
Berbeda halnya dengan sholat malam yakni maghrib ,isya' dan shubuh
dimana pada umumnya kaum kuffar sudah pada kembali kedalam rumah mereka
maka umat Islam pada saat itu melakukan sholat dengan suara jahr (keras)
karena tidak khawatir terdengar kaum kuffar.
Pertanyaannya mengapa sholat Jum'at yang notabene dilakukan siang hari
bacaanya dikeraskan? Jawabannya karena perintah sholat Jum'at saat itu
Umat Islam sudah berada di Madinah dengan keadaan aman dan bahkan umat
Islam saat itu pengikutnya sudah semakin banyak yang otomatis tidak
khawatir diganggu musuh. Sehingganyalah saat itu sholat Jum'at dilakukan
dengan bacaan keras.
2. Dari tinjauan fiqh
Sebagaimana diterangkan dalam kitab I’anah althalibin:
قَوْلُهُ : ( يُسَنُّ الْجَهْرُ ) أَيْ وَلَوْ خَافَ الرِّيَاءَ قال ع ش
وَالْحِكْمَةُ فِي الْجَهْرِ فِي مَوْضِعِهِ أَنَّهُ لَمَّا كَانَ
اللَّيْلُ مَحَلَّ الْخَلْوَةِ وَيَطِيْبُ فِيْهِ السَّمْرُ شُرِعَ
الْجَهْرُ فِيهِ طَلَبًا لِلَذَّةِ مُنَاجَاةِ الْعَبْدِ لِرَبِّهِ ،
وَخُصَّ بِالْأَوَّلَيَيْنِ لِنَشَاطِ الْمُصَلِّي فِيهِمَا وَالنَّهَارُ
لِمَا كَانَ مَحَلَّ الشَّوَاغِلِ وَالِاخْتِلَاطِ بِالنَّاسِ طُلِبَ فِيهِ
الْإِسْرَارُ لِعَدَمِ صَلَاحِيَّتِهِ لِلتَّفَرُّغِ لِلْمُنَاجَاةِ ،
وَأُلْحِقَ الصُّبْحُ بِالصَّلَاةِ اللَّيْلِيَّةِ لِأَنَّ وَقْتَهُ لَيْسَ
مَحَلًّا لِلشَّوَاغِلِ. (اعانة الطالبين ج 1 صحـ 179 دار ابن عصاصه)
Perkataan musannif, (Disunnahkan mengeraskan bacaan) meskipun khawatir
riya’. Imam Ali Syibramulisy berkata “Adapun hikmah mengeraskan bacaan
pada tempatnya yaitu sesungguhnya ketika adanya malam itu tempat kholwat
(menyepi) dan enak dibuat ngobrol, maka disyari’atkan mengeraskan
bacaan untuk mencari nikmatnya munajat seorang hamba kepada Tuhannya,
dan dikhususkan pada dua rakaat pertama karena semangatnya orang yang
shalat berada di dalam dua rakaat tersebut. Dan ketika siang itu tempat
berbagai macam kesibukan dan berkumpul dengan manusia, maka dianjurkan
memelankan bacaan karena tidak adanya maslahah untuk menyempurnakan
munajat, dan shalat shubuh disamakan dengan shalat malam, karena
waktunya bukan tempat kesibukan”. (I’anah al-Thalibin, juz 1 halaman
179, Dar Ibn ‘Ashashah)