Laman

Senin, 30 April 2012

Waspadai Upaya Wahabisasi Di Indonesia !!.

Upaya mewahabikan umat Islam di Republik ini sudah bukan menjadi hal yang rahasia lagi. Para aktivis gerakan wahabisme sangat antusias dalam mempromosikan ajaran dan pemikiran para Ulama’nya. Mereka tidak saja meneriakkan khotbah pencacian kepada yang tidak sefaham dari dalam masjid di kota-kota, melainkan mereka juga merangsek masuk ke pedesaan dan daerah-daerah pedusunan terpencil di Indonesia.

Di Indonesia,ada beberapa ciri-ciri gerakan wahabi yang perlu untuk diketahui antara lain:

1. Mempermasalahkan terhadap Pancasila dan UUD ‘45. Mereka menolak itu, menurutnya Sebagai penduduk mayoritas maka umat Islam haram menggunakan sebuah pakem sekular, hasil ciptaan manusia yang bertentangan dengan wahyu.

Mereka tidak sadar bahwa sebenarnya Pancasila disarikan dari nilai-nilai dasar yang Islami.

2. Anti “demokrasi”, sebab demokrasi dinilainya sebagai system kuffar.

3. Menolak dengan keras atas segala sesuatu yang berbau adat atau tradisi. Kreatifitas budaya lokal dinilai bid’ah yang wajib dimusnahkan.

Ketiga hal diatas merupakan “refrain” yang saat ini selalu dibahas berulang-ulang dalam berbagai kesempatan oleh kaumWahabi di Indonesia. Pilar-pilar tersebut merupakan sebagian dari ‘juklak” program wahabi yang sudah disusun di Saudi arabia sana, dan lalu dieksport secara bertahap ke Indonesia.

Selanjutnya… jika Indonesia sudah bisa diwahabikan, kemudian sangat boleh jadi negeri tercinta ini akan disulap menjadi repetisi Mamlakah Saudi Arabia, di mana budaya positif lokal dibid’ahkan dan diberangus. Sungguh keringnya model berIslam seperti ini…

Abi Fajry Faisol TN.

Sabtu, 28 April 2012

Keberhasilan Dakwah Wali Songo, Apa Rahasianya...?

Wali songo begitu berkontribusi mendakwahkan Islam dinusantara. Mereka berhasil mengislamkan masyarakat dengan tidak memakai cara arogansi dan kekerasan. Bahkan kerajaan Majapahitpun bisa tunduk tanpa adanya peperangan,bom meledak serta pertumpahan darah.

Apa rahasianya?

Hal itu lebih disebabkan karena para Wali songo tidak cuma menyebarkan Islam pada segi syar’iat dan taukhid semata. Selain itu mereka juga membarengkan serta meneladankan akhlak atau etika yang Islami.

Kini keadaan jauh berbeda...

Dakwah saat ini, yang dilakukan oleh sebagian kelompok radikal Islam justru lebih banyak mencerminkan Islam sebagai agama kekerasan yang jauh dari nilai “Rohmatan Lil ‘Alamin”. Gaung vonis pembid'ahan dan pengkafiran terdengar nyaring disana sini. Terikan lantang "Allohu Akbar" dengan mengacung-acungkan golok sambil merusak dan menjarah acap kita saksikan.

Islam yang sebenarnya adalah keberkahan dan kelemah lembutan bukan agama yang mengerikan!!.


Abi Fajry Faisol Tantowi

Kamis, 26 April 2012

Bagi Wahabi,Kitab Ihya' Ulumiddin Adalah Ancaman Bagi Mereka...Kenapa?

Dengan getolnya mereka menyerang keabsahan kitab Ihya' karya emas Hujjatul Islam Imam Ghozali dengan fitnahan keji seperti banyaknya hadits maudhu',berisi filsafat luar Islam dan banyak ditemukannya ta'wil sesat.

Mengapa mereka begitu antipati terhadap kitab yang sangat masyhur dikalangan umat Islam ini? Ini beberapa alasannya :

 1. Dalam kitab itu dijelaskan dengan gamblang tentang adab-adab ulama yang tidak menjadi penjilat raja/selalu melegitimasi kelakuan sang raja walaupun nyata-nyata prilaku raja tadi berlawanan dgn syari'at.

Sekarang lihatlah para ulama' Wahabi najd Saudi yang menjadi penjilat raja saudi badui, perhatikan fatwa-fatwa mereka yang mengkafirkan orang-orang Islam palestina, melarang demo anti israel, memerintahkan warga Palestina utk meninggalkan wilayahnya. Dll.

Kebijakan-kebijakan raja wahabi mereka legitimasi dg fatwa-fatwa hawa nafsu penguasa demi memuluskan cengkraman kekuasaan dan hegemoninya. Contoh, mereka mengharamkan peringatan hari besar Islam disatu sisi,namun karena raja mereka punya hari besar nasional maka buru-buru para ulama' wahabi membolehkan hari besar nasional.

2. Dalam masalah akidah disitu imam ghozali menelanjangi kesesatan kaum mujassimah seperti Wahabi yang mengatakan Allah diatas langit. Dengan hujjah yang jitu Imam Ghozali mampu merobohkan hujah-hujah kaum mujassimah tersebut.

3.Imam ghozali dalam kitab ihya' tersebut menerangkan tentang bid'ah yg sebenarnya sehingga hal itu memberikan pukulan keras kepada pemahaman bid'ah versi wahabi.

4.Dll

Minggu, 22 April 2012

Alasan Wahabi Melarang Maulid Dan Bantahan Atasnya

Wahabi menyatakan: Bahwa melakukan peringatan maulid Nabi atau acara sejenis dikatakan bid'ah adalah sebab adanya pengkhususan didalam pelaksanaan dalam waktu tertentu, yaitu bulan Rabi’ul Awwal yang hal itu tidak dikhususkan oleh agama.

Dari pernyataan  tersebut menurut saya perlu di tinjau kembali,sebab pengkhususan (takhsis) yang diharamkan adalah pengkhususan dengan jalan meyakini atau istiqrorul amal (menetapkan hukum suatu amal) bahwa amalan tersebut dilarang diamalkan melainkan hari-hari khusus serta pengkhususan tadi tidak ada dasarnya dari Islam sendiri. (Doktor Alawi ibn Syihab, Intabih Dinaka fil Khotir: halaman:27).

Masalah ini jelas berlainan dengan penempatan waktu peringatan maulid Nabi Saw pada bulan Rabi’ul Awwal, sebab mereka yang melaksanakan peringatan maulid Nabi Saw sama sekali tidak mempunyai keyakinan, apalagi sampai istiqrorul hukmi bahwa peringatan maulid Nabi Saw tidak boleh dilaksanakan selain bulan Robi’ul Awwal, maulid Nabi bisa dilakukan waktunya kapan saja, dengan model acara yang berlainan selama didalamnya ada nilai kebaikan dan tidak dicampuri dengan kemaksiatan.

Mengkhususkan hari atau waktu pelaksanaan peringatan maulid Nabi Saw tidaklah termasuk dalam hukum pengkhususan yang diharamkan agama, melainkan masuk teknis penertiban semata.

“Penghususan waktu” (taksishul auqot) dlm melakukan amalan yg tidak dilarang syara’ maka hukumnya diperbolehkan, Nabi Muhammad Saw jg mengkhususkan waktu guna melakukan ibadah serta berkunjung ke masjid Quba, sebagaimana dlm riwayat Abdullah Ibnu ‘umar bahwa Nabi Saw selalu datang ke masjid Quba tiap2 Sabtu dg melakukan perjalanan kaki atau dengan menaiki kendaraan dan beliau melakukan sholat dua roka’at di situ (H.R . Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Ibnu Hajar Al-Atsqolani berkomentar: "Karena banyaknya periwayatan hadits ini maka ini menunjukan dibolehkankannya melakukan pengkhususan pada hari2 tertentu dg amal2 kebajikan dan dilakukan secara istimror (terus menerus)".(Fathul Bari Juz III: halaman: 84)

Imam An-Nawawi juga berkomentar senada dengan diatas seperti yg termaktub di dalam kitab Syarkhus Shohih Al Muslim. Demikian pula Para sahabat Anshor juga melakukan pengkhususan waktu tertentu guna berkumpul untuk mengingat nikmat Allah ( yakni dengan kedatangannya Nabi Saw di Madinah) pada hari Jum’at yang mereka namakan Hari Urubat dan hal itu diperkenankan oleh Nabi Saw.

Jika Sahabat melakukan.Nabi memperkenankan,Ulama' membolehkan,kenapa wahabi berani melarang dan membuat aturan sendiri yg bertentangan dengan dalil Nash?

Dari paparan diatas saya berani menegaskan bahwa pelaksanaan maulid Nabi Saw tidaklah masuk dalam hukum bid'ah yang terlarang.


Abi Fajry Faisol TN.

Antara SALAF dan SALAFI...Samakah?

Istilah Salaf itu bukanlah nama sebuah jam’iyyah ataupun jamaah, maupun kelompok. Tetapi istilah salaf itu adalah sebuah nama periode dalam masa Islam. Salaf berarti zaman lalu. Antonim salaf adalah khalaf yang artinya masa baru atau yang ada kemudian.

Pada hakikatnya kata Salafi (memakai ya’ nisbat) adalah sifat bagi seseorang atau sekelompok orang sekaligus pemikirannya atau sikap yang dikaitkan dengan apa yang ada di masa lalu. Maksudnya masa nabi Muhammad Saw beserta para shahabatnya, sampai kepada para pengikutnya. Sebagai lawan dari orang, pemikiran atau sikap yang dinisbahkan kepada masa sesudahnya.

Pada dasarnya, semua umat Islam ini wajib menjadi salafi dalam arti yang sesungguhnya. Yaitu selalu mengacu dan berparameter kepada masa nabi Saw dan para shahabat. Bukan jamaah salafi saat ini sebagai proyeksi dari golongan wahabi yang dari mulutnya selalu keluar kata-kata keji. Jama’ah salafi dan wahabi adalah sama. Sebab jama’ah salafi yang ada pada saat ini didalam perkembangannya dimotori oleh Muhammad bin Abdul Wahhab.

Perwujudan kesalafian kita adalah kalau kita melakukan shalat, maka kaifiyah shalat kita ini berdasar kepada shalatnya nabi Muhammad Saw. Demikian juga pada saat kita berpuasa, zakat, haji dan amal ibadah lainnya. Termasuk juga dalam hal beraqidah dan bertauhid. Semua itu harus dikembalikan kepada apa yang telah ditetapkan oleh beliau dan para shahabat.

Permasalahannya,kita sering mendengar ungkapan suatu golongan tertentu yang mengklaim bahwa kelompoknyalah yang benar-benar sesuai dengan pemahaman salaf. Sehingga kelompok ini mendeklarasikan nama golongannya dengan nama yang inda yaitu salafi. Kelompok ini memvonis bahwa semua orang yang tidak salafi itu sesat, kita masih bisa menerima. Karena setiap muslim memang harus menjadi salafi dalam arti yang sebenarnya.Namun ketika mereka mengklaim bahwa yang salafi itu cuma kelompoknya sendiri saja, sedangkan umat Islam yang tidak menyatakan kesetiaan kepada kelompok mereka langsung divonis sebagai bukan salafi yang sesat, maka saat inlah sebenarnya mereka sudah terjebak dengan sebuah wacana yang mereka bikin sendiri.

Pemikiran sempit seperti itu sangat berbahaya, makanya harus diluruskan. Siapa orangnya yang bisa menjamin klaim bahwa diri mereka adalah salafi sendiri dan yang lain tidak?

Sangat nyatalah bahwa logika pemikiran seperti itu adalah logika tak berdasar. Sama sekali tidak berpijak pada sebuah kajian ilmiyah, bahkan sangatlah kontradiksi dengan manhaj salaf yang sebenarnya.

Abi Fajry Faisol TN.

Rabu, 18 April 2012

Memposisikan Kholiq dan Mahluq pada tempat yang semestinya

Apakah seseorang masih dianggap Muslim atau sudah tersesat dari ajaran Islam dapat dinilai dengan bagaimana ia memposisikan antara Kholiq (Allah) dengan mahluq. Dalam konteks tauhid hal ini harus kita fahami guna memberi garis demarkasi yang tegas (Haddul fashil) apakah seseorang itu berhak menyandang gelar muslim atau tidak.

Secara sederhana dapat ditegaskan bahwa Al-Kholiq adalah Dzat penentu segalanya,yg bisa mendatangkan dan madhorrot dan segala sesuatu yang terjadi. Sedangkan mahluq hanyalah merupakan hamba yang sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk mendatangkan manfa’at, bahaya, kematian, kehidupan dll. Sebagaimana yg diterangkan dalam Al-A'rof :188 yang artinya:

Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman."


Kesadaran pada posisi antara Kholiq dan mahluq akan bisa menjadikan kita dapat menilai dengan pasti apakah praktik amaliah keseharian kita masuk dalam kaTegori “SYIRIK” atau “TIDAK”

Ziarah kubur,tawassul,istighotsah,bersholawat,m… nadhom burdah dll tidaklah berefek negatif apa-apa terhadap kemurnian iman dan tauhid kita, ketika kita tetap berkeyakinan bahwa Dzat yang mampu mendatangkan manfa’at dan madhorrot hanyalah Allah Swt. Bahkan hal itu akan dicata sebagai amalan ibadah qurubat yang bisa mendekatkan diri kita kepada Allah Swt.

Penilaian sembrono dengan menyematkan label syirik,kufur dan bid’ah yang dilakukan oleh faham wahabi dan para penyambung lidahnya terhadap amaliah-amaliah diatas,tidak lain hanya dikarenakan ketidak fahaman mereka akan hakikat syirik,merasa paling benar dg klaim hanya merekalah yg sesuai sunnah Nabi dan para sahabat serta diakibatkan karena hati dan otak mereka telah dipenuhi oleh sejuta dengki dan nafsu permusuhan terhadap sesama muslim.

Abi Fajry Faisol TN.

Selasa, 17 April 2012

Masalah Istiwa'ullah: Bantahan Buat Wahabi Yang Meyakini Bahwa Allah Swt Ada Diatas Arsy/Langit

Inilah beberapa alasan logika kaum wahabi bahwa Allah swt berada diatas Arsy atau diatas langit:

1. Rosululloh Saw naik ke atas langit untuk menemui Alloh Subhanahu wa ta'ala saat mi'roj.

Jawaban: Jika wahabi katakan Allah Swt berada di atas langit dengan dasar isro' mi'roj kelangit maka ini akan bertentangan dengan banyak dalil lainnya (akan saya kupas dibawah).

2. Pengakuan anak kecil saat ditanya dimanakah Allah maka anak kecil tersebut akan menunjuk kelangit.

Jawaban: Pertanyaan yang Wahabi lakukan terhadap anak kecil dimanakah Allah lalu dia menunjuk keatas maka itu bukan jawaban fitroh dan akidah, itu hanya jawaban ghoiru mumayyiz ghoiru 'aqil yg tidak bisa dijadikan hukum.

3. Saat berdo'a tentu menengadahkan kelangit.

Jawaban: Berdo'a menengadah keatas atau kearah langit itu bukan berarti Allah itu dilangit,tapi itu menunjukkan kedudukan Allah swt. Sebagaimana kita punya atasan maka apakah atasan kita itu bertempat diatas kita? tentu tidak tapi maksudnya atasan kita itu punya kedudukan diatas kita.

PEMBAHASAN:
Dasar serta Ayat-ayat yang dibawakan oleh wahabi tentang istiwa' tidaklah tegas membuktikan bahwa Allah Swt berada di langit. Karena kata istawa, kurang lebih mempunyai lima belas makna. Selain itu, jika kaum wahabi berpendapat dengan dasar dan ayat-ayat tersebut, maka pendapat mereka dapat digugurkan dengan ayat-ayat lain yang membuktikan bahwa Allah Swt tidak ada di langit.

Sebagaimana Allah Swt berfirman:
"Dan Dia (Allah) bersama kalian dimanapun kalian berada".

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah Swt itu juga beserta kita di bumi,tidak di langit.

Di dalam ayat yang berbeda Allah Swt berfirman:
"Dan berkatalah Ibrohim: Sesungguhnya aku pergi menuju kepada Tuhanku, yang Dia akan menunjukkan aku".

Pada ayat diatas, Nabi Ibrahim As mengatakan akan pergi menuju allah Swt, dan yang dilakukan Nabi Ibrahim As saat itu adalah pergi menuju ke Palestina.

Oleh sebab itu secara literal ayat tersebut membuktikan bahwa Allah Swt bukan di langit.

Wallahu A'lam. 

Abi Fajry Faisol TN.

Kekeliruan Metodologi Memahami Islam (3)

3. Berguru kepada yang bukan guru

Yaitu belajar secara penuh serta meninggalkan ulama-ulama besar dan memutuskan hubungan dengan mereka. Bukan maksudnya tidak boleh belajar dari para penuntut ilmu, bahkan siapa saja yang menguasai salah satu disiplin ilmu syari'at, di samping itu ia juga seorang yang shalih, tentu boleh saja menimba ilmu darinya. Namun juga bukan berarti meninggalkan orang yang lebih alim daripadanya. Atau merasa cukup dengan penuntut ilmu itu serta memutuskan hubungan dengan para ulama besar.

Sebab bisa jadi hal itu menjadi salah satu faktor munculnya perpecahan. Yaitu bilamana para pemuda tersebut sudah merasa cukup mengambil ilmu, teladan, panutan, etika dan petunjuk dari sebagian penuntut ilmu serta meninggalkan para ulama yang lebih alim, lebih terhormat dan lebih senior.

Sudah barang tentu hal ini sangat berbahaya. Dan lebih bahaya lagi bila sebagian pemuda tersebut dianggap syaikh dalam hal ilmu oleh sebagian yang lain.

Namun hal itu jangan disalah tafsirkan sebagai larangan menyelenggarakan majelis ilmu (selain majles ulama), bergaul dan bekerja sama dalam dakwah dan amar ma'ruf nahi mungkar. Bahkan majelis-majelis dan kerja sama dalam hal itu sangat dianjurkan. Akan tetapi yang dimaksud di sini adalah menimba ilmu dengan metode yang keliru, yaitu menolak mengambil ilmu dari para ulama.

Sikap seperti itu merupakan ciri ahli bid'ah dan ahwa', sikap yang sangat berbahaya dan merupakan faktor utama meletusnya perpecahan. Sebab metode seperti itu akan membatasi pengambilan ilmu dari orang-orang tertentu saja. Hal itu bisa menggiring kepada hizbiyyah (bergolong-golongan) dan ashabiyah (fanatik golongan). Apalagi karakter ulama tidak tampak pada diri pemuda-pemuda itu. Dari sinilah bibit perepecahan akan tumbuh.
Intaha...


Abi Fajry Faisol TN.

Kekeliruan Metodologi Memahami Islam (2)

Salah satu fenomena kerancuan dalam metodologi memahami agama yang merupakan sebab perpecahan umat ialah memisahkan diri dari para ulama.

Yaitu sebagian penuntut ilmu, juru dakwah dan pemuda memisahkan diri dari ulama. Mereka merasa cukup menimba ilmu agama melalui buku, kaset, majalah dan media-media lainnya. Mereka enggan menuntut ilmu dari para ulama. Hal ini jelas merupakan gejala yang berbahaya bahkan merupakan benih perpecahan umat. Jika kita kembali melihat sejarah awal perpecahan umat Islam, seperti menyempalnya kelompok Khawarij dan Rafidhah, niscaya kita dapati bahwa diantara faktor utama terjadinya bencana perpecahan di kalangan orang-orang yang mengaku Islam -selain orang-orang munafik dan zindiq- adalah memisahkan diri dari sahabat. Melecehkan sahabat dan menolak mengambil ilmu dari sahabat. Orang-orang itu lebih memilih menimba ilmu secara otodidak atau dari rekannya. Mereka berkata : "Kami sudah menguasai Al-Qur'an, kami sudah memahami As-Sunnah, kami tidak butuh bimbingan orang lain, maksud mereka, tidak butuh bimbingan para sahabat dan ulama dari kalangan tabi'in. Dari situlah mereka menyempal dan keluar dari metodologi memahami agama yang benar. Menyimpang dari jalan orang-orang yang beriman (para sahabat), jalan (metode) yang diambil dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan metode yang diambil para tabi'in dari para sahabat, kemudian diambil oleh generasi salaf dari para imam-imam terpercaya generasi demi generasi.

Dalam hadits Rasulullah Saw bersabda:

"Artinya : Ilmu ini akan diambil oleh para imam yang adil dari setiap generasi" [Hadits Riwayat Al-Khatib Al-Baghdadi dalam buku Syarah Ashhabul Hadits hal. 28-29, Ibnu Adi dalam buku Al-Kamil I/152-153 dan III/902 dan dinyatakan hasan oleh beliau. Dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam buku Bughyatul Multamis hal. 34-35]

Para imam yang adil adalah para penghafal hadits yang tsiqah (kuat hafalannya), yaitu yang mengambil ajaran agama ini dari para ulama lalu mereka menyampaikannya kepada orang lain.

Memisahkan diri dari ulama merupakan bahaya yang sangat besar. Sebab ilmu hanya akan membuahkan berkah bila diambil secara benar dari alim ulama. Dan eksistensi ulama tidak akan pernah terputus sampai akhir zaman.

Propaganda segelintir orang bahwa ulama juga punya kekurangan dan kekeliruan adalah propaganda yang menyesatkan. Memang benar, ulama juga manusia biasa yang tidak terlepas dari kekurangan dan kekeliruan, namun jangan lupa, secara umum mereka merupakan teladan dan panutan. Mereka adalah hujjah, melalui merekalah Allah Swt menyalurkan agama ini. Merekalah ahli dzikir dan rasikhun (dalam ilmunya).

Merekalah para imam yang mendapat petunjuk dan siapa saja yang menyimpang dari jalan mereka pasti binasa. Merekalah jama'ah, siapa saja yang keluar darinya pasti sesat. Menimba ilmu dari selain ahlinya (ulama) merupakan tindakan yang sangat berbahaya, baik terhadap dirinya maupun terhadap orang lain.


Bersambung...


Abi Fajry Faisol TN.

Kekeliruan Metodologi Memahami Islam (1)

1. Mengambil ilmu tidak dari ahlinya

Maksudnya ialah sebagian orang mengambil ilmu dari setiap orang yang mengajak mereka belajar. Dan dari setiap orang yang mengibarkan bendera dakwah serta mengaku: "Aku adalah seorang juru dakwah". Akhirnya mereka jadikan juru dakwah itu sebagai imam panutan dalam masalah agama. Mereka-pun menimba ilmu darinya, padahal juru dakwah itu tidak paham Islam sama sekali. Oleh sebab itu, kita temui sekarang ini slogan-slogan mentereng yang dikibarkan panji-panjinya oleh sekumpulan umat manusia, terutama para pemuda.

Kita dapati pemimpin dan ketuanya jahil tentang dasar-dasar agama. Lalu mereka berfatwa tanpa ilmu, akhirnya mereka sesat lagi menyesatkan.

Sebabnya ialah juru-juru dakwah tersebut melihat dirinya banyak diikuti orang yang mengambil ilmu agama darinya tanpa hati-hati dan mencari kejelasan serta tanpa metodologi yang benar. Mereka tidak melihat apakah pemimpinnya itu layak diambil ilmunya ataukah tidak !? Pada umumnya mereka lebih terbawa perasaan daripada dituntun oleh ilmu. Ini jelas sebuah kesalahan fatal.

Sabda Nabi Saw: Sesungguhnya Allah tidak mencabut suatu ilmu secara sekaligus setelah dianugrahkan kepadamu. Namun Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mencabutnya dari manusia dengan mewafatkan para ulama berserta ilmunya. Maka yang tersisa hanyalah orang-orang jahil. Apabila mereka dimintai fatwa maka mereka memberi fatwa menurut pendapat mereka sendiri. Maka mereka sesat dan menyesatkan" [Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam Kitab Al-I'tisham bil Kitab was Sunnah 8/282. Hadits ini diriwayatkan juga dengan lafal yang berbeda oleh Imam Muslim, Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Abu Daud]

Dakwah kepada agama Allah dan amar ma'ruf nahi mungkar hanya pantas dicetuskan oleh para ulama yang mulia lagi paham tentang masalah agama dan menimba ilmunya dari sumber yang asli dengan berlandaskan metode yang benar.

Jika demikian, tidak semua orang yang akalnya dipenuhi pengetahuan, wawasan dan pemikiran-pemikiran boleh dijadikan imam dalam agama. Sebab banyak sekali dijumpai orang fasik bahkan orang kafir yang mengetahui banyak persoalan agama Islam, dan banyak pula dijumpai dari kalangan orientalis yang menghafal sejumlah buku-buku induk dalam ilmu fiqih. Bahkan mereka hafal Al-Qur'an, Shahih Bukhari, kitab-kitab Sunan dan lain-lainnya. Orang-orang seperti itu hanyalah hafal ilmu namun tidak memahami agama sama sekali.

Begitu pula banyak orang yang mengaku dirinya muslim, dan memiliki sejumlah maklumat, namun tidak memahami metodologi memahami agama, tidak memahami kaidah-kaidah amal, mu'amalah dam iltizam (komitmen) terhadap As-Sunnah. Tidak mengambil dienul Islam dengan metodologi yang benar. Tidak mengambilnya dari ulama rabbani, sehingga mereka berfatwa tanpa ilmu, mengarahkan dan mengumpulkan orang tanpa dasar ilmu dan aqidah yang benar.
Bersambung...

Abi Fajry Faisol TN.

Senin, 16 April 2012

Bagaimanakah Ajaran sufi/tasawwuf dalam Islam?

Kalau kita mencari istilah sufi atau tasawuf di dalam Qur'an, maka kita tidak akan mendapatinya; Namun jika kita mencari substansi sufi atau tasawuf didalam Qur’an maka dengan mudah kita akan menemukan nya .

Ajaran Tasawuf dalam Islam, memang tidak sama kedudukan hukumnya dengan rukun-rukun Iman dan rukun-rukun Islam yang sifatnya wajib, tetapi ajaran Tasawuf bersifat sunnat. Maka Ulama Tasawuf sering menamakan ajarannya dengan istilah “Fadailu al-A’mal” (amalan-amalan yang hukumnya lebih afdal), tentu saja maksudnya amalan sunnat yang utama.
Memang harus diakui bahwa tidak ada satupun ayat atau Hadith yang memuat kata Tasawuf atau Sufi, karena istilah ini baru timbul ketika Ulama Tasawuf berusaha membukukan ajaran itu, dengan bentuk ilmu yang dapat dibaca oleh orang lain.

Inti dari tasawuf itu adalah:

(1) Pensuciakn jiwa (tazkiyatun nafs)
(2) Pendekatkan diri kepada Allah (taqorrub ilallah); dan
(3) Merasakan kehadiran Allah di dalam hati (hudhurul qalbi ma'allah)

Wa hasil, tasawuf itu merupakan ajaran “sisi dalam” Islam, sedangkan syariah itu merupakan “sisi luar “ Islam. Sisi luar shalat, misalnya tergambar dalam bacaan dan gerakan salat; sedangkan sisi dalam salat adalahke khusyukan hati, ikhlas, merasakan akan kehadiran Allah Swt.Shalat yang dinilai mencapai tingkat kesempurnaan adalah shalat yang menggabungkan antara sisi lahir dan batin.

Demikian pula, berislam yang sempurna adalah berislam dengan menggabungkan sisi luar dan dalam dengan meramu antara tasawuf dan syariah di atas dasar aqidah shohihah. Rasulullah Saw dan para sahabat beliau adalah pengamal syari’at sekaligus tasawuf yang berkeseimbangan.

Uraian di atas adalah “tasawuf yang positif”,” tasawuf Islami” atau bisa dinamakan dengan “ tasawuf Qur'ani “ atau “tasawuf Sunni”. Sementara tasawuf yang bertentangan dengan Al Qur'an dan Sunnah Nabi Saw disebut “tasawuf negatif “. Boleh jadi tasawuf model inilah yang difahami miring oleh segelintir orang sebagai tasawuf, kemudian mengeneralisir bahwa semua tasawuf adalah sesat dan bid'ah,padahal pemahaman ini hanya muncul akibat dari tidak memahami hakikat tasawuf yang sebenarnya.

Abi Fajry Faisol TN.

Tasawuf adalah Islam, dan Islam adalah Tasawuf

Guna menggapai kesempurnaan dalam melakukan ibadah dan keyakinan, hendaknya kita memahami ilmu tasawwuf melalui thariqah-thariqah yang mu’tabaroh dalam silsilah dan isi ajarannya.

Para ulama besar Islam tidak menentang tasawuf, terbukti tidak sedikit dari mereka yang bergabung menjadi pengikut tasawuf, para ulama tadi berkhidmat dibawah binaan seorang mursid atau syaikh thariqah yang arif, bahkan kendatipun ulama itu lebih mahir tentang pengetahuan Islam, tetapi mereka tetap memulyakan para mursyid atau syaikh tersebut.

A’immatul Arba’ah ( para imam madzhab empat), semuanya memiliki seorang syaikh thariqah. Melalui syaikh itulah mereka mengenal Islam dalam segi esoterisnya yang indah. Para imam empat itu menyadari bahwa syariat harus ditopang dengan ilmu tasawuf sehingga akan tergapailah pengetahuan hakiki mengenai hakikat ibadah yang sesungguhnya.

1. Imam Hanafi merupakan murid dari Thariqat Naqsyabandiyah yaitu Imam Ja’far as Shadiq.
2. Imam Maliki merupakan juga murid Imam Jafar as Shadiq
3. Imam Syafi’i. Beliau berkata: “Saya berkumpul bersama ahli sufi dan memperoleh tiga ilmu:

>>Ilmu bagaimana berbicara
>>Ilmu bagaimana memperlakukan orang lain dengan cinta kasih dan kelunakan hati
>>Ilmu jalan tasawuf.

Ibnu Khaldun berkomentar didalam kitabnya Muqaddimah , halaman 328: “Jalan yang ditempuh sufi merupakan jalannya salaf, yaitu jalan yang ditempuh para ulama yang lalu di antara para sahabat, tabi’in, dan tabiut tabi’in. Dasarnya adalah ibadah kepada Allah Swt serta meninggalkan gemerlap serta kemewahan dunia.”

Jalaluddin as Suyuti didalam kitab berkata, “Tasawuf yang diamalkan oleh ahlinya merupakan ilmu yang terbaik dan mulia. Ilmu ini menerangkan bagaimana itba’ Sunah Rasul Saw dan meninggalkan bid’ah.” (Ta’yad al haqiqat al ‘Aliyyah, hal. 57)

Golongan yang mengatakan tasawwuf sebagai kesesatan atau perbuatan bid’ah adalah mereka yang terhijab hatinya terhadap perkara haq, mereka menetang dan menselisihi jalan yang ditempuh oleh para ulama salaf yang memulyakan dan mengamalkan ajaran tasawuf syar’i.

Abi Fajry Faisol TN.

Wallahu A’lam

Minggu, 15 April 2012

3 Type Manusia Dalam Al-Qur'an

ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ وَمِنْهُم مُّقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ

Artinya :

Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar. ( Al Fathir : 32 )

Dalam kapasitasnya menyikapi seruan dari Allah,maka ayat diatas membagi manusia dalam tiga tingkatan:

1.Golongan Dholimun Linafsih, ialah golongan yang selalu mendholimi dan menganiaya diri sendiri. Mereka merupakan golongan yang durhaka kepada Allah SWT, dengan meninggalkan perintaNya dan mengerjakan Larangan laranganNya.

Contoh: Dalam kewajiban sholat sehari semalam,seseorang tidak melaksanakannya secara penuh lima waktu

2.Golongan Mukhtasib, ialah golongan dari kelompok manusia yang derajatnya berada pada pertengahan, bersifat cermat dan senantiasa berhati hati dengan melaksanakan kewajiban dan menjauhi larangan laranganNya.

Contoh: Dalam kewajiban sholat sehari semalam,seseorang selalu melaksanakannya dengan penuh dan lengkap lima waktu

3.Golongan Sabiqun Bil Khairat, ialah golongan dari manusia yang senantiasa aktif dalam melakukan kebaikan. Golongan ini memiliki ruhiyyah yangtinggi dengan senantiasa melaksanakan yang wajib dan mengerjakan amalan amalan yang sunat. Hidupnya istiqomah dan menjauhi dari perkara perkara yang syubhat dan ragu ragu dalam kehidupan sehari hari.

Contoh: Selain ia melaksanakan sholat fardhu secara lengkap, maka iapun mesih menambahkan dengan sholat-sholat sunnah lainnya.

ILLUSTRASI:

MISALKAN GAJI PRT SENILAI 1 JUTA RUPIAH, DAN MAJIKAN MEMBERINYA:

- 900 RIBU >> DHOLIMUN LI NAFSIH
- 1 JUTA >> MUKHTASIB
- 1,2 JUTA >> SABIQUN BIL KHAIRAT

PERTANYAAN:
Kita masuk dalam TYPE yang mana?

Abi Fajry Faisol TN.

Jumat, 13 April 2012

Puisi Tuk Saudara-Saudaraku Di Bumi Mulia

ada sekte Islam dari bumi mulia
umurnya sungguh masih belia
ditegakkan di atas pondasi dusta

ada sekte Islam dari bumi mulia
misi utamanya tuk memurnikan ajaran agama
namun cuma untuk melindungi kepentingan sang raja

ada sekte Islam dari bumi mulia
orang-orangnya berjenggot dan bergamis segala
namun mereka berkolega dengan israel dan amerika

ada sekte Islam dari bumi mulia
ekonomi makmur dan berlimpah harta
namun sumber pemasukannya dari eksploitasi minyak saja

ada sekte Islam dari bumi mulia
pengelolaan ladang minyak digarap israel dan amerika
namun uangnya masuk kantong sang digjaya

ada sekte Islam dari bumi mulia
kaya karena banyak orang haji dan umroh kesana
namun semoga uangnya bukan untuk mendanainya

ada sekte Islam dari bumi mulia
hotel dan apartemen mewah ada dimana-mana
namun tegak diatas kubur sahabat dan syuhada

ada sekte Islam dari bumi mulia
hobi rajanya menggusur makam sahabat dan syuhada
namun mereka hanya tersenyum ceria

ada sekte Islam dari bumi mulia
lebanon dan palestina dibumihanguskan oleh israel dan amerika
namun mereka malah menjauh, bukannya membela

ada sekte Islam dari bumi mulia
menganjurkan hormat dan taat pada orang tua
namun melarang ziarah kubur ketika orang tuanya sudah tiada

ada sekte dari bumi mulia
hobinya mengkafirkan dan mensyirikkan para ulama ternama
yang melakukan tawassul tuk mendekat kepada sang pencipta

ada sekte Islam dari bumi mulia
makam Rosul, sahabat dan syuhada diperlakukan dengan nista
namun semoga tak mengklaim ka'bah sebagai batu berhala

ada sekte islam dari bumi mulia
melebarkan sayap kemana-mana
semoga muslim indonesia tak terperdaya

Abi Fajry Faisol TN.

Kamis, 12 April 2012

CIRI-CIRI FAHAM RADIKAL dalam Islam (4 intaha)

16.Tidak Mempunyai Metode Ajaran yang Jelas. Akibat tidak menggunakan metodologi ulama ushul (ulama yang ahli mengenai pembahasan dasar-dasar ajaran agama) di dalam membahas dalil-dalil tentang bid’ah, maka golongan ini terjebak di dalam pembahasan dan fatwa yang tidak seragam. Apalagi mereka hanya merujuk pendapat ulama salaf tanpa melalui mata-rantai penjelasannya dari para ulama setelah mereka, maka keseragaman paham itu menjadi hal yang kemungkinannya sangat kecil. Oleh karena itu, antara mereka saja banyak terjadi perbedaan pendapat. Hal ini terjadi karena masing-masing mereka selalu berupaya merujuk langsung suatu permasalahan kepada al-Qur’an, hadis, dan pendapat ulama salaf. Tentunya, kapasitas keilmuan dan kemampuan yang berbeda dalam memahami dalil, akan memunculkan perbedaan pandangan dalam menyimpulkan dalil tersebut. Asal tahu saja, proses seperti inilah yang banyak memunculkan aliran-aliran sesat dan nabi-nabi palsu di Indonesia, di mana setiap pelopornya merasa berhak mengkaji dalil secara langsung dan memahaminya menurut kemampuannya sendiri.

17.Sangat berbeda dengan ajaran jumhur ulama yang mentradisikan proses ijazah (pernyataan pemberian ilmu atau wewenang dari seorang guru kepada murid), serta pembacaan dan pengajaran kitab-kitab para ulama secara berantai dan turun-temurun dari generasi ke generasi, sehingga apa yang dipahami oleh seorang guru yang hidup di masa lampau akan sama persis dengan yang dipahami oleh seorang murid yang hidup belakangan, berapapun jarak antara masa hidup keduanya. Maka kita dapat melihat perbedaan yang nyata antara pengikut golongan ini dengan para pengikut ulama mayoritas dalam ungkapan-ungkapan penyampaian mereka.

18.Bila ditanyakan, bukankah lebih tinggi al-Qur’an dan hadis daripada pendapat para ulama? Benar, tetapi masalahnya bukan pada al-Qur’an atau hadisnya, melainkan pada pemahamannya. Dengan begitu seharusnya mereka juga bertanya, mana yang lebih bagus dan lebih selamat, menyampaikan ayat al-Qur’an dan hadis dengan pemahaman sendiri, atau menyampaikan pemahaman para ulama tentang ayat al-Qur’an atau hadis? Terbukti, ternyata kaum Salafi & Wahabi banyak keliru menempatkan dalil karena mereka memahami dalil tersebut secara harfiyah (tekstual).

19.Saya menilai, bahwa fatwa-fatwa golongan ini, sangat berbahaya bagi persatuan dan kebersamaan umat Islam dalam kehidupan bermasyarakat. Bukan Cuma itu, bahkan paham ini saya anggap sebagai paham yang mengandung penyimpangan di dalam aqidah Ahlussunnah Wal-Jama’ah yang diyakini oleh mayoritas ulama dari masa ke masa.

20.Bila paham golongan ini dipegang seseorang secara pasif (untuk pribadi) dan bijaksana (dalam menyikapi perbedaan), maka bahaya tadi dapat dihindari dengan sendirinya. Tetapi bila paham ini diyakini sebagai “yang benar” dan yang tidak sejalan dengannya adalah “sesat”, maka paham ini berarti mengandung ekslusivisme (merasa istimewa sendiri) yang akan memunculkan sifat sombong pada diri pengikutnya. Dan bila paham ini dipegang secara aktif (dipromosikan dan didakwahkan), maka akan terbuka peluang-peluang terjadinya bahaya seperti disebutkan di atas.
TAMAT.


Abi Fajry Faisol TN.

Wa ma uridu illal ishlah ( Dan tidaklah saya menghendaki kecuali perbaikan)

Wallahu A’lam.

CIRI-CIRI FAHAM RADIKAL dalam Islam(3)

11.Berusaha menipu dan Membodohi Umat . Nyata betul bahwa mereka telah banyak berfatwa dan menuduh berbagai amalan berbau agama sebagai bid’ah sesat dengan fatwa-fatwa yang tidak berdasar pada dalil, lalu mereka ungkapkan fatwa-fatwa itu atas nama Rasulullah Saw., padahal beliau tidak pernah menyebutkannya. Keculasan itu semakin bertambah buruk, dengan upaya mereka membatasi pola pikir umat dengan belenggu Sunnah & Bid’ah, serta menutup akses pengikutnya dari mendapatkan penjelasan agama dari selain golongannya. Akibatnya, para pengikutnya menjadi orang-orang sombong yang merasa benar sendiri, dan menutup diri dari sumber-sumber informasi agama yang tidak sejalan dengan pemahaman mereka.

12.Mencabik-cabik persaudaraan islam. Bahwa di antara fatwa-fatwa golongan radikal ini terdapat fatwa yang mengharuskan pengikutnya untuk menjauhi orang yang mereka tuduh melakukan bid’ah, tidak mencintainya, tidak mengucapkan salam kepadanya, bahkan tidak menjenguknya. Fatwa seperti ini bisa dibenarkan, bila pengertian bid’ah yang dimaksud adalah seperti yang dijelaskan oleh para ulama, yaitu apa saja yang bertentangan dengan prinsip ajaran al-Qur’an dan Sunnah. Tetapi sayangnya, karena pengertian bid’ah yang dilansir golongan ini, mencakup segala sesuatu yang baru berbau agama tanpa terkecuali meski sejalan dengan prinsip agama sekalipun, maka keharusan bersikap antipati terhadap ahli bid’ah itu jadi tidak jelas sasarannya.

13.Mengembalikan Umat Kepada Kemunduran Berpikir. Ada banyak masalah yang perlu dipikirkan menyangkut kemaslahatan dan kemajuan bagi umat Islam di berbagai bidang, sebagaimana juga perlu dipikirkan bagaimana caranya orang-orang Islam yang kurang taat dan senang bermaksiat, mau bertobat dan kembali kepada ketaatan. Di samping itu, masih banyak orang-orang kafir yang perlu didakwahi agar mau memeluk agama Islam. Masalah-masalah itu dan juga banyak lagi yang lainnya, hampir terbengkalai hanya karena disibukkan oleh perdebatan lama tentang bid’ah yang sebenarnya sudah selesai dibahas oleh para ulama sejak berabad-abad silam. Golongan ini menyajikan pembahasan tentang bid’ah itu seolah ia merupakan kebenaran yang baru ditemukan, dan mereka membuat perhatian kepada ibadah yang sesuai sunnah serta menjauhi bid’ah seolah lebih penting dari perkara apapun menyangkut agama. Tidak sadarkah mereka, bahwa sebenarnya mereka telah menyeret umat untuk berpikir mundur beberapa abad ke belakang, dan melalaikan hal-hal penting di masa sekarang.

14.Menselisihi dari Jumhur Ulama. Berbeda pendapat itu biasa, tetapi menganggap sesat setiap orang yang berpendapat beda adalah perkara yang luar biasa. Terlebih lagi jika berbeda dengan pendapat mayoritas ulama, lalu menganggap sesat para ulama tersebut hanya karena tidak sependapat. Golongan ini bukan saja banyak berbeda paham dalam hal bid’ah dengan mayoritas ulama, tetapi mereka juga berbeda metodologi dalam memahami dalil-dalil. Dan jika golongan yang minoritas ini merasa benar dengan pendapatnya, maka perasaan benar itu akan mendorong mereka mengacuhkan para ulama mayoritas yang berbeda dari mereka. Ini adalah ancaman besar, yaitu bila faham ini menyebar luas di kalangan umat Islam, maka akan terjadi kepunahan referensi agama secara halus, di mana banyak ulama akan dilupakan orang dan banyak kitab-kitab karya mereka yang dicampakkan. Na’udzu Billah

15.Mereka Bukan Pengikut Salaf atau Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Golongan ini tidak pantas disebut sebagai pengikut ulama salaf, karena mereka tidak benar-benar mengikuti seluruh pandangan ulama salaf, melainkan hanya memilih-milih pendapat ulama salaf yang sejalan dengan paham mereka. Mereka juga tidak pantas disebut sebagai pengikut Ahlussunnah Wal-Jama’ah, karena banyak fatwanya yang bertolak belakang dengan ijma’ ulama Ahlussunnah Wal-Jama’ah, seperti dalam masalah ziarah kubur, tawassul dengan Rasulullah Saw. setelah wafatnya, masalah qadha’ shalat, dan lain sebagainya. Sebenarnya, paham ini adalah paham baru yang belum pernah ada di masa para ulama salaf dan setelahnya. Diduga cikal bakal paham ini baru ada di masa Ibnu Taimiyah (sekitar abad ke-8 H.). Jadi, amat tidak pantas kalau para ulama salaf atau para ulama Ahlussunnah Wal-Jama’ah mereka klaim sebagai pelopor paham mereka , sedangkan munculnya paham ini saja jauh masanya setelah masa para ulama tersebut.
Abi Fajry Faisol TN.

Bersambung…

Rabu, 11 April 2012

CIRI-CIRI FAHAM RADIKAL dalam Islam(2)

6.Berpemahaman Materialisme Dzohiriyah, yaitu dengan hanya mengakui manfaat zhahir yang terlihat dari sebuah perbuatan, dan mengingkari manfaat batin yang justeru lebih berharga dari manfaat zhahir. Terbukti, mereka lebih memilih memberi makan atau santunan kepada fakir-miskin atau anak yatim dalam rangkaian aksi sosial yang mereka yakini berpahala, daripada memberi peluang mendapat rahmat, ampunan, dan hidayah dalam acara tahlilan atau peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. yang mereka yakini sia-sia. Padahal di dalam acara tahlilan atau Maulid, orang bukan cuma diberi peluang mendapat rahmat, ampunan, dan hidayah, tetapi juga diberi makan! Memang, menurut mereka, mengenyangkan perut orang lapar berarti menyelamatkannya dari jurang kekafiran. Sayangnya, setelah selamat dari jurang kekafiran, orang itu dijerumuskan ke jurang kesombongan, dan kesombongan adalah jalan lain menuju kekafiran.

7.Mudah mengklaim salah & Mendiskreditkan Orang Lain , yaitu dengan menuduh amalan orang lain sebagai amalan syirik atau sesat tanpa upaya mencari tahu alasan-alasan mengapa amalan itu dilakukan. Sebenarnya, mereka yang tidak kreatif ini sudah kehabisan tempat di hati masyarakat, sehingga tidak ada cara yang lebih bagus untuk merebutnya kecuali dengan menjelek-jelekkan atau menebarkan keragu-raguan di hati orang-orang yang sudah biasa mengikuti ajaran para ulama. Maklumlah, tidak ada cara yang lebih jitu bagi seorang pedagang yang culas untuk melariskan dagangannya selain dengan mencela-cela dagangan orang lain di hadapan para pembeli!

8.Melakukan berbagai tuduhan palsu . Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw., ratiban, dan tahlilan hanyalah merupakan tradisi atau kebiasaan yang dijalankan oleh masyarakat sejak masa dahulu yang diyakini mengandung kebaikan. Masyarakat pun tahu bahwa tradisi itu boleh-boleh saja diadakan atau tidak diadakan menurut kondisi. Namun golongan ini menilai hal tersebut dari sudut pandang mereka sendiri, dengan mengatakan bahwa masyarakat itu telah menjadikan acara tersebut sebagai bagian dari pokok ajaran agama atau syari’at yang diada-adakan tanpa dasar. Lebih buruk lagi, tidak jarang mereka mengambil dalil dari ayat-ayat al-Qur’an yang konteks sebenarnya ditujukan untuk orang kafir atau musyrik penyembah berhala, mereka arahkan tudingan ayat itu untuk pelaku Maulid atau tahlilan yang sudah jelas tidak menyembah berhala. Aneh memang, mereka yang menuduh, mereka sendiri yang menyalahkan, dan ini adalah fitnah besar! Ibaratnya, nasi kuning hanyalah makanan biasa. Kalau tidak doyan, tidak perlu menuduhnya sebagai peninggalan hindu yang biasa dibuat dalam rangka mengagungkan dan memberi persembahan pada dewa-dewa! Na’udzu billah!

9.Sangat gampang mengharamkan Sesuatu yang Tidak Dijelaskan Keharamannya di dalam al-Qur’an atau Hadis . Misalnya, tahlilan, tawassul, dan peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw itu mereka anggap haram, karena termasuk bid’ah sesat. Padahal Rasulullah Saw. sampai wafatnya tidak pernah menyebutkan bahwa yang beliau maksud “..setiap bid’ah itu kesesatan…” adalah tahlilan, tawassul, dan peringatan Maulid. Di sini tampak keculasan mereka; untuk menyalahkan orang lain mereka gunakan dalil umum (tidak terperinci), sedangkan untuk membenarkan amalan ibadah mereka, mereka gunakan dalil khusus (kasuistik/berdasarkan kasus-perkasus yang ada di dalam riwayat hadis). Akibatnya mereka sering berkata, “Tidak ada dalil yang membenarkan peringatan Maulid”. Semestinya mereka juga berpikir, “Tidak ada dalill yang melarang peringatan Maulid”, karena Rasulullah Saw. tidak pernah menyebutkannya! Yang dilarang itu bid’ah dholalah, bukan Maulid!

10.Sangat berani membatasi Kemampuan & Kemurahan Allah . Saat mereka menganggap pahala amal orang hidup tidak bisa sampai kepada orang yang sudah meninggal padahal orang tersebut telah berdo’a kepada Allah untuk menyampaikannya, seolah mereka menganggap Allah lemah dan tidak mampu menyampaikan pahala itu kepadanya, dan menganggap Allah pelit sehingga tidak mau memenuhi permintaan hamba-Nya untuk menyampaikan pahala itu. Padahal, Allah sudah menjamin dalam firman-Nya, “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya Aku perkenankan bagimu …” (QS. Al-Mu’min: 60) dan “Aku tergantung sangkaan hamba-Ku, maka hendaklah ia menyangka kepada-Ku sekehendaknya” (Hadits Qudsi riwayat Imam Ahmad).
Abi Fajry Faisol Tantowi


Bersambung...

Selasa, 10 April 2012

CIRI-CIRI FAHAM RADIKAL dalam Islam(1)

Jika tidak merasa masuk dalam indikasi-indikasi dibawah ini,mohon jangan tersinggung. Tulisan ini bertujuan sekedar mengingatkan kita untuk lebih berhati-hati didalam memilih dan mengikuti sebuah faham tertentu,apakah faham itu benar- benar BENAR atau benar-benar salah.

Inilah sebagaian dari ciri-ciri tersebut yang perlu kita waspadai:
1.Terlalu sembrono dalam menggunakan dalil. Mereka hanya mengandalkan segelintir dalil umum tentang bid’ah yang mereka paksakan pengertiannya untuk mengharamkan atau menganggap sesat amalan-amalan khusus dan terperinci. Berdalil dengan cara seperti ini adalah bathil (tidak benar) dan tidak dikenal di kalangan para ulama. Hal itu disebabkan oleh cara mereka memahami dalil bid’ah yang sangat tekstual (harfiyah) dan kasuistik tanpa memenggunakan metodologi para ulama ushul.Oleh karenanya, fatwa-fatwa mereka yang membid’ahkan acara Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw., tahlilan, ziarah kubur para wali, tawassul dengan orang yang sudah meninggal, dan lain sebagainya adalah merupakan pemerkosaan terhadap dalil dan penipuan terhadap umat, sebab perkara-perkara tersebut tidak pernah disebutkan larangannya baik di dalam al-Qur’an maupun di dalam hadis Rasulullah Saw. Adakah kebohongan yang lebih buruk dari kebohongan dengan mengatasnamakan Rasulullah Saw., saat mereka merincikan perkara bid’ah yang tidak pernah beliau sebutkan dalam hadis beliau, lalu mereka berkata Maulid atau tahlilan adalah bid’ah & sesat berdasarkan hadis “Setiap bid’ah adalah kesesatan”? Harusnya mereka sadar, bahwa sampai wafatnya, Rasulullah Saw. tidak pernah menyebutkan rincian hadis “setiap bid’ah adalah kesesatan” bahwa maksudnya adalah Maulid atau tahlilan.

2.Terlalu berani menggunakan ayat-ayat yang berbicara tentang orang kafir atau musyrik penyembah berhala sebagai dalil untuk menganggap sesat kaum muslimin yang melakukan peringatan Maulid, tahlilan, tawassul, dan lain sebagainya. Bagaimana mungkin mereka dengan tega menyamakan saudaranya yang muslim dan beriman dengan para penyembah berhala, sedang Allah saja jelas-jelas membedakannya?

3.Seakan-akan mereka mengatur Allah . Mereka telah memposisikan Allah seperti yang mereka inginkan. Ini terbersit ketika mereka berkata, bahwa orang yang melakukan tahlilan atau peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. telah melakukan hal yang sia-sia dan tidak ada pahalanya, padahal pada acara tersebut orang jelas-jelas melakukan amal shaleh berupa silaturrahmi, berzikir, membaca al-Qur’an, membaca shalawat, menuntut ilmu, mendengarkan nasihat, berbagi makanan, berdo’a, mengenang Nabi Saw. dengan membaca riwayat hidup beliau, dan memuliakan Nabi Saw. serta memupuk kecintaan kepada beliau, yang masing-masing itu jelas-jelas diperintahkan oleh Allah secara langsung maupun tidak langsung dan dijamin mendapat pahala. Ini merupakan kejanggalan besar di dalam aqidah, sebab Allah Maha Pemurah, tidak pelit seperti mereka. Allah Maha Berkehendak untuk memberi pahala kepada siapa yang Ia kehendaki, dengan begitu Ia tidak bisa diatur oleh makhluk-Nya.

4.Berpemahaman yang terkesan sekuler , yaitu dengan membagi pengertian bid’ah menjadi dua: Bid’ah yang terlarang yaitu bid’ah agama (bid’ah diiniyyah) dan bid’ah yang menyangkut urusan dunia (bid’ah duniawiyyah) yang mereka anggap wajar atau boleh-boleh saja menurut kebutuhan. Bukankah semua urusan di dunia ini memiliki dampak dan resiko di akhirat nanti? Berarti, agama dan dunia tidak bisa dipisahkan, di mana tidak mungkin menjalankan agama tanpa fasilitas dunia, sebagaimana tidak mungkin selamat bila orang menjalani hidup di dunia tanpa tuntunan agama. Dalam hal ini, sebenarnya mereka sudah melakukan bid’ah yang sangat fatal (yang melanggar fatwa mereka sendiri), yaitu membagi defininisi bid’ah dengan pembagian yang tidak pernah disebutkan oleh Rasulullah Saw. dan para Sahabat beliau.

5.Mengajarkan rasa kebencian dan kesombongan, yaitu dengan mendoktrin para pengikutnya untuk menganggap sesat amalan orang lain dan menjauhi amalan tersebut, serta menganggap bahwa kebenaran hanya yang sejalan dengan mereka. Pada kenyataannya di lapangan, Mereka bukan saja telah mendoktrin untuk menjauhi suatu amalan, tetapi sekaligus menjauhi para pelakunya, dan ini berbuntut pada rusaknya hubungan silaturrahmi. Lebih parahnya lagi, sebagian mereka juga menanamkan kebencian terhadap para ulama yang menulis kitab-kitab agama dengan ikhlas hanya karena tidak sejalan dengan pemahaman faham mereka.
Abi Fajry Faisol TN.

Bersambung...

Buat Yang Mengaku Tidak Perlu Bermadzhab !!.

Keberadaan madzhab itu adalah kebutuhan paling asasi agar dapat kembali kepada Qur’an dan Sunnah. Misalkan ada orang bernama "KATIMIN" bersikap anti madzhab dan memproklamirkan cuma akan memakai Qur’an dan Sunnah, maka disaat itulah disadari atau tidak sebenarnya dia telah mendirikan sebuah madzhab baru, yaitu Al-Katiminiyyah.

Karena madzhab itu adalah sebuah methode seseorang didalam memahami ajaran Qur’an dan Sunnah. Setiap orang yang berusaha untuk memahami Qur’an dan Sunnah itu, pada hakikatnya sedang bermadzhab.

Jika tidak mengacu terhadap madzhab orang lain yang telah ada, maka setidak-tidaknya dia sudah mengacu terhadap madzhab dirinya sendiri.

Walhasil, tiadalah di dunia ini orang yang tidak bermadzhab. Setiap orang pasti bermadzhab,sehingga salah besarlah jika ada ungkapan “anti madzhab".
Abi Fajry Faisol TN.

Tentang Akidah Aswaja (Ahlus sunnah wal jama'ah)

I’tiqod Nabi Saw dan para sahabat telah termaktub dalam Qur’an dan hadits,terdapat dalil secara terpisah di beberapa ayat dalam Qur’an ,tetapi belum tersusun secara sitematis. Kemudian dikodifikasi dan dirumuskan secara sistematis dalam disiplin ilmu aqidah oleh seorang ulama besar di bidang Ilmu ushuluddin,yaitu Imam Abul Hasan al Asy’ari.

Adapun ulama selanjutnya penggagas i’tiqod Aswaja adalah Imam Abu Manshur Al Maturidi. Faham dan i’tiqod beliau sama atau nyaris sama dengan faham Imam Abul Hasan Al Asy’ari . Kedua tokoh Ulama tadi adalah sebagai penggagas , perumus , penyebar sekaligus mempertahankan apa yang sudah tertera dalam Qur’an dan Hadits,yang telah di i’tiqodkan oleh Nabi Muhammad Saw, serta para sahabat.

Diterangkan dalam kitab Ithofu Sadatil Muttaqiin yang dita’lif oleh Imam Muhammad Al Husni Az Zabidi, yaitu syarah kitab Ihya ’Ulumuddin karya Imam Al Ghazali , pada halaman 6 jilid II ditegaskan: Jika disebut golongan Ahlussunnah wal Jama’ah , maka yang dimaksudkan disitu adalah kaum Muslimin yang menganut faham Imam Abul Hasan Al Asy’ari atau faham Abu Manshur Al Maturidi.

Adapun tokoh tokoh ulama tepenting yang memiliki jasa dalam penyiaran faham Asy’ariyah ini antara lain adalah:
1. Imam Abu Hasan al Asy’ari sebagai peletak pertama faham ini yang bermazhab Syafi’i.
2. Imam Muhammad Bin Thoyyib Bin Muhammad Abu Bakar Al-Baqillani, beliau mendalami ajaran Asy’ariyyah ini melalui dua gurunya, yaitu Imam Ibnu Mujahid dan Imam Abu Hasan Al Bahil.
3. Imam Abdul Malik al Juwaini, yang dikenal dengan Imam Al-Haramain. Beliau mendapat gelar Imam Haramain sebab pernah tinggal di Makkatul mukarromah dan Madinatul munawwaroh guna menyampaikan pelajaran dan Fatwa.
4. Imam Al Ghozali,beliau adalah penganut Asy’ariyyah yang paling penting dan paling besar pengaruhnya bagi Umat Islam yang berfaham Aswaja

Ajaran-ajaran Imam al-Asy’ari tersebut dapat ditemukan dari beberapa kitab yang beliau tulis, terutama kitab al Luma’ fir Raddi ala Ahliz Ziyagh wal Bida’,al-Ibanah an Ushulid diniyyah dan Maqalatul Islamiyyin serta ta’lif ta’lif yang disusun oleh para Ulama pengikutnya.

Namun, sejak lahirnya aliran Wahabi yang lalu juga melahirkan Ulama idola mereka Yaitu Nashiruddin Al Albani dan Muhammad ibn Abdul Wahab,kemudian mencatut nama Ahlussunnah Waljama’ah guna dipaksakan dipakai sekte Wahabi tersebut, yang justru sebelumnya mereka lebih senang menyebut kelompok mereka dengan sebutan Muwahidun ( kelompok yang mengesakan Allah ).

Dan dalam tinjauan sejarah,mereka sebelumnya tidak dikenal sebagai golongan Aswaja Disebabkan mereka memaksakan diri dalam menggunakan sebutan Aswaja, maka tidak heran,jika di medan dakwahnya akhirnya mereka selalu bertabrakan dengan ajaran Ahlusunnah Waljama’ah yang murni . Misalkan:

-Golongan Aswaja membolehkan Tawassul kepada Nabi Saw setelah wafatnya , namun justru wahabi memvonis syirik kepada orang yang bertawassul .
-Golongan Aswaja mengakui keberadaan ilmu Tasawwuf , namun Wahabi mengkafirkan orang yang mengamalkan Tasawwuf .
-Masih banyak lagi , akhirnya golongan Wahabiyyin terpaksa harus merombak karangan-karangan ulama mu’ tabaroh supaya selaras dangan kemauan Wahabi . Bahkan tanpa beban moral golongan ini memvonis sesat kepada tokoh utamal Aswaja ini yaitu Imam Abu Hasan Al Asy’ari dan Abu Manshur Al Maturidi.

Demikian realitas sejarah keakidahan Aswaja.

Wallahu A'lam.

Abi Fajry Faisol TN.

Assalamu 'Alaikum Wr. Wb.

Salam ta'aruf serta salam ukhuwah untuk anda semua,semoga Allah swt senantiasa memberikan Ridho dan RahmatNya pada kita semua. Amin.

Abi Fajry Faisol TN.