Laman

Rabu, 04 September 2013

Bantahan Atas Argumen Lemah Dan Syubhat Wahabi Dalam Hal Tawassul Melalui Orang Yang Telah Mati !!


Salah satu landasan kaum Wahabi yang dijadikan dalil untuk melarang tawassul adalah bahwa tawassul disamakan dengan meminta kepada orang yang telah mati, dan hal itu adalah perbuatan syirik. Untuk memperkuat pemahamannya mereka sodorkan surat an Naml ayat 8:

"Sesungguhnya engkau tak bisa membuat orang yang mati mendengar dan tidak pula menjadikan orang yang tuli mendengar panggilan apabila mereka sudah berpaling."

Ayat diatas menyamakan kaum musyrikin dengan orang yang telah mati. Apabila orang yang mati tidak mampu mendengar ajakan kebenaran maka hal itu juga tidak akan didengar oleh kaum musyrikin. Apabila orang yang telah mati dan orang yang tuli mampu mendengar otomatis kaum musyrikinpun juga akan mampu mendengar seruan.

Dalil lain yang disodorkan oleh kaum wahabi adalah surat Fathir ayat 22 :

"Dan tiadalah sama orang yang hidup dan orang yang mati. Allah menjadikan siapa saja yang dikehendakiNya bisa mendengar dan tidaklah engkau menjadikan orang yang di dalam kubur itu bisa mendengar."

Dengan ayat diatas kaum wahabiyyin berkeyakinan bahwa memohon sesuatu kepada orang mati sama maka hukumnya dengan memohon sesuatu kepada benda mati.

Guna menangkis pendapat yang lemah dan syubhat diatas maka kita sampaikan bahwa sangat disayangkan kelompok Wahabi dengan gampangnya mendistorsi makna ayat suci Quran. Ayat-ayat yang dijadikan argumentasi tersebut sesungguhnya ingin menyatakan bahwa tubuh tanpa nyawa yang terbaring dikubur sudah tidak bisa lagi memahami sesuatu.

Sedangkan dalam bertawassul kita tidak menyampaikan permohonan kita kepada tubuh yang sudah tidak mempunyai nyawa, namun kepada ruh pemilik jasad tersebut yang sudah hidup di alam kubur (barzakh). Dan dengan jelas Qur’an menyatakan, mereka itu hidup.

Ringkasnya, kita bertawassul kepada mereka yang dinyatakan hidup oleh Qur'an, bukan kepada benda mati.

Golongan wahabi menganggap bahwa sesudah manusia mati, ruh akan stagnasi seiring sirnanya tubuh kasarnya. Oleh sebab itu, mereka menolak dengan keras adanya kehidupan ruh para Nabi dan lainnya sesudah kematian mereka.

Mereka juga menyatakan jika seseorang telah mati tidak bisa beramal lagi sebab amalnya telah terputus selain tiga hal. Maka kita jawab : itu maksudnya mereka tidak bisa beramal dalam arti tidak menerima taklif hukum sehingga tidak bisa mendapatkan pahala. Buktinya dalam Hadits shahih para Nabipun melakukan shalat dikubur mereka. Ini membuktikan bahwa mereka bisa beramal walau tanpa beban taklif.

Sehingga dalam Hadits/atsar shahihpun Nabi Saw yang sudah wafat juga mampu mendo'akan kepada Allah bagi Umatnya yang saat itu kekeringan sehingga diturunkannyalah hujan oleh Allah dengan sebab ada seorang sahabat yang telah melakukan tawassul dengan Nabi yang sudah wafat.

Para ulama aswaja menolak pandangan Ibnu Taimiyah dan Muhamad bin Abdul Wahab yang mengingkari bolehnya tawassul dengan orang yang dekat dengan Allah sesudah matinya.

Kholil Ahmad dari madzhab Hanafi mengatakan:

"Kami dan para ulama’ kami meyakini bahwa diperbolehkan bertawassul dalam berdoa dengan para Nabi, solihin, auliya’ dan syuhada baik ketika mereka masih hidup maupun sesudah meninggal.

Dan pendapat diatas juga disepakati oleh mayoritas umat Islam, hanya wahabi dan variannyalah yang menyelisihinya.

Semoga petunjuk Allah atas mereka !!.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar