Laman

Minggu, 12 Mei 2013

Masalah Qunut Dalam Jama’ah Shalat Shubuh





S. Ustadz...Jika imam dalam shalat shubuh melakukan qunut sedangkan salah satu makmum berpemahaman/berpendapat bahwa tidak adanya qunut shubuh, maka apakah makmum wajib mengikuti qunutnya sang imam tersebut?

U. Rasulullah Saw bersabda :“ Imam dijadikan hanyalah untuk diikuti” (HR. Abu Dawud ).
Maka bagi makmum wajib untuk mengikuti imam dalam hal-hal yang diperbolehkan melakukan ijtihad walaupun  makmum tidak sefaham.

Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Hanbali) adalah seorang imam yang berpendapat bahwa tidak ada qunut dalam shalat shubuh. Walaupun toh demikian beliau mengarahkan:

 “Apabila engkau sholat di belakang Imam yang melakukan qunut maka ikutilah qunutnya, dan aminkanlah do’a imam tadi.” Semua itu adalah demi persatuan shaf dan hati, juga supaya tidak muncul rasa kebencian antara sebagian dari kita terhadap sebagian yang lainnya.” (Syarkhul Mumti’ ‘ala Zadil Mustaqni’ Juz 4 Hal. 86 Karya Ibnu Utsaimin).

Hukum Merayakan Ulang Tahun



S. Bagi orang Islam, bolehkah kita merayakan ulang tahun?
U. Perayaan ulang tahun diperbolehkan dengan syarat:

- Mempunyai niat baik seperti untuk mengungkapkan rasa syukur atas tambahnya ni’mat umur, atau sebagai media instropeksi serta menimbang diri atas amal-amal yang telah di kerjakan di tahun-tahun sebelumnya.

Hal ini akan lebih baik jika dalam pelaksanaan acara tersebut di isi dengan amal ibadah semisal pengajian, shodaqoh, pembacaan Al-Qur’an, pembacaan do’a, dan amal ibadah lain yang bernuansa islami.

- Tidak melakukan bentuk kemungkaran atau tidak terdapat maksiat dan tidak ada norma agama yang di terjang.

- Tidak sampai menimbulkan tasyabbuh atau menyerupai dengan kebiasaan orang kafir, karena sering terjadi dalam ulang tahun ada kebiasaan meniru-niru kebiasaan orang kafir dan segala bentuk perbuatan yang identik dengan orang fasikin.

Meniup lilin dalam acara ulang tahun ini tidak terdapat tuntunannya dalam ajaran Islam bahkan hal itu merupakan kebudayaan bangsa Yunani dan orang barat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Sehingga meniup lilin dalam acara ulang tahun itu DIHARAMKAN.

Berkorban Dengan Selain Yang Sudah Ditentukan




S.Pak Ustadz mau tanya, mengapa hewan yang boleh dijadikan kurban cuma unta, sapi dan kambing. Hewan lain apa tidak boleh?

Jika suatu daerah yang tidak terdapat binatang tersebut, bagaimanakah cara berkurbannya?

U. Jenis qurban sudah secara terang ditetapkan oleh syari’at Islam sebagaimana ketentuan dalam masalah ibadah yang lain sehingga kita tidak boleh menyelisihi peraturan ini. 

Binatang  yang disyaratkan untuk qurban adalah berupa binatang  ternak (bahimatul an’am), yaitu unta, sapi dan kambing termasuk juga jenis-jenisnya. Sehingga kita tidak diperbolehkan apabila berqurban dengan ikan lumba-lumba, kuda, rusa atau itik. 

Hal ini diterangkan dalam QS. Al Hajj: 34:
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap bahimatul an’am (binatang ternak) yang telah direzkikan Allah kepada mereka” .
Yang dimaksud “Bahimatul an’am” dalam ayat diatas  adalah unta, sapi, kambing (termasuk dari jenis-jenisnya).

Dan jika terpaksa didaerah kita tidak terdapat binatang qurban maka kita boleh mendatangkan binatang qurban dari luar daerah untuk diantar ke daerah dimana kita tinggal, atau kita mengirimkan uang kita keluar daerah yang terdapat binatang qurbannya untuk dibelikan binatang qurban dank urban kita disembelih dan dibagikan didaerah tersebut.

Hukum puasa bagi wanita mengandung atau menyusui





S. Pak Ustadz bagaimanakah wanita yang sedang mengandung atau menyusui wajibkah dia berpuasa atau cukup membayar fidyah saja? Terima kasih.

U.Wanita yang dalam keadaan  mengandung atau menyusui maka baginya diperbolehkan untuk tidak melakukan puasa apabila dikhawatirkan akan menyebabkan terganggunya kesehatan, baik itu akan mempengaruhi pada janin yang dikandung maupun pada wanita yang sedang mengandung.

Masalah ini tentunya dikonsultasikandulu dengan dokter yang menangani kehamilan tadi. apabila memang menurut dokter terpercaya bahwa  berpuasa tidak berbahaya bagi kesehatan wanita tersebut, maka sebaiknya tetaplah melakukan puasa. Sebaliknya jika puasa bias dikhawatirkan membawa dampak yang membahayakan bagi kehamilan ataupun ibu yang mengandung, maka diperbolehkan tidak melakukan puasa.

Adapun ketentuan hukum bagi permasalahan wanita tersebut adalah:
  1. Jika khawatir puasa dapat membawa bahaya kesehatan diri atau kesehatan anaknya, maka boleh tidak berpuasa dan wajib meng-qadla’ (mengganti) di luar Ramadhan tanpa membayar fidyah.
  2. Jika khawatir puasa dapat membahayakan kesehatan janin atau anaknya saja dan tidak membahayakan untuk kesehatannya, maka ia boleh tidak berpuasa dan wajib meng-qadla. dan membayar fidyah. Ini adalah pendapat Imam Syafi'i.

Referensi:
Kitab At-tadzhib Matan Al-ghoyah wat-taqrib hal:106

HUKUM SEPUTAR MENDO’AKAN ORANG TUA YANG SUDAH MENINGGAL




S: Pak Ustadz, bermanfaat atau tidakkah doa anak terhadap orang tuanya yang sudah meninggal yang ketika masa hidupnya orang tua tersebut suka melakukan maksiat?

Dan apakah benar doa untuk mayit ini bisa sampai jika yang berdoa tersebut adalah anak mayit sendiri dan doa selain anaknya tidak akan sampai?

U: Menurut dalil agama bahwa do'a anak sholeh itu bisa memberi manfaat (bisa untuk meringankan siksa) untuk kedua orang tuanya, dengan syarat kedua orang tuanya tidak mengerjakan dosa syirik dan belum bertaubat hingga akhir hayatnya. 

Untuk itu sebagai anak maka kita tetaplah mendo'akan kedua orang tua, jika kedua nya meninggal dalam keadaan muslim, walaupun toh kita mengetahuinya bahwa orang tua kita banyak mengerjakan  dosa dan maksiat.

Diriwayatkan dari Anas rodhiyallohu anhu, ia berkata : Aku mendengar Rosulullah Saw  bersabda : Allah ta’ala berfirman : “Hai anak Adam, selagi engkau memohon dan mengharap kepadaKu, maka Aku akan mengampuni dosamu dan Aku tidak mempedulikan lagi. Hai anak Adam, walaupun dosamu hingga setinggi langit, apabila engkau memohon ampun kepadaKu, maka Aku memberikan ampunan kepadamu. Hai anak Adam, jika engkau menemui-Ku dengan membawa dosa sebanyak isi bumi, namun engkau tidak menyekutukan sesuatu dengan-Ku maka Aku datang kepadamu dengan pengampunan sepenuh bumi juga”. (HR. Tirmidzi).

Bertebaran hadits-hadits Nabi saw. yang menerangkan bahwa amalan orang yang masih hidup bisa memberikan manfaat untuk mayit diantaranya adalah do’a kaum muslimin bagi mayit pada saat sholat jenazah dan lainnya yang mana do’a tersebut akan diterima oleh Alloh swt. Demikian pula do’a kaum muslimin untuk sesama muslimin baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat. Sebagaimana firman Alloh Swt dalam Al-Hasyr ayat 10:

Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang".

Jika ada orang yang mengatakan bahwa cuma do’a dari anak sholeh saja yang akan diterima oleh Alloh Swt maka itu adalah pemikiran yang tidak tepat baik secara naqli (Qur’an dan Hadits) maupun aqli (akal) sebab hal tersebut akan bertentangan pula dengan ayat-ayat serta hadits-hadits Nabi Saw menyangkut amalan-amalan dan do’a seseorang yang bisa memberi manfaat kepada mayit ataupun untuk yang masih hidup.

Jika kita tetap bersikukuh menggunakan penafsiran kelompok pengingkar yang cuma membatasi do'a dari anak yang sholeh saja yang bisa sampai kepada si mayit, maka pertanyaannya bagaimana halnya dengan orang yang sampai matinya tidak mempunyai anak? Apakah orang yang tidak punya anak tersebut tidak bisa memperoleh syafa'at atau manfaat do'a dari amalan orang yang masih hidup? Lantas bagaimana do’a kaum muslimin disaat sholat jenazah, apakah tidak akan sampai kepada mayit?

Saya tegaskan lagi bahwa pemahaman dan pembatasan cuma do'a anak sholeh saja yang bisa member manfa’at pada mayyit adalah pemahaman yang keliru, sebab akan kontradiksi  dengan hadits-hadits shohih menyangkut amalan-amalan orang yang masih hidup yang bisa member manfaat terhadap si mayit.

Wallohu A'lam .